Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

PGRI Nilai Cetak Biru Pendidikan belum Terlihat

Syarief Oebaidillah
01/5/2018 06:20
PGRI Nilai Cetak Biru Pendidikan belum Terlihat
Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rasyidi(Unifah Rasyidi)

MENYONGSONG peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas ) yang puncaknya digelar setiap 2 Mei, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mengingatkan hingga saat ini Indonesia dinilai belum memiliki cetak biru (blue print) pendidikan.

"Hingga saat ini cetak biru pendidikan kita belum terlihat. Renstra (rencana strategis) juga belum jelas sampai habis masa pemerintahan, bahkan belum merespons kebutuhan revolusi industri 4.0. tidak heran pendidikan karakter juga jalan di tempat karena bentuk, model, dan strateginya belum jelas," kata Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rasyidi, pada konferensi pers menyambut Hardiknas 2018 di Kantor PB PGRI Jakarta, Senin (30/4).

Menurut Unifah, ada skenario optimis dalam cetak biru yang mesti disusun yang memperhitungkan antisipasi terhadap berbagai perubahan yang amat cepat di era revolusi.4.0 dewasa ini. Unifah menjelaskan, saat ini Indonesia perlu cetak biru untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas.

"Indonesia perlu platform untuk terbukanya ide-ide baru, kreatif, memiliki ketrampilan hard and soft skill, visioner sesuai dengan tuntutan revolusi industri 4.0," tegasnya.

Dia mengingatkan pendidikan bermutu merupakan kunci kemajuan bangsa. Berbagai persoalan yang mendera bangsa dewasa ini bila ditelusuri di antaranya karena foundasi pendidikan, kebijakan, dan pelaksanaan pendidikan belum memenuhi harapan yang memuaskan.

"Memasuki 100 tahun Indonesia merdeka menghadapi persoalan besar terkait dengan kesiapan sumber daya manusia, riset dan teknologi kita masih kalah dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu mutu pendidikan kita masih rendah, guru yang tidak berdaya baik dari kualitas, kesejahteraan, kekurangan guru, dan perlindungan. Darurat pendidikan menjadi bahasan penting memasuki era disrupsi," paparnya.

Dia juga menyinggung pelaksanaan kurikulum dewasa ini yang masih mendua yakni adanya dua kurikulum yang dilaksanakan oleh sekolah yakni Kurikulum 2006 yang dikenal sebagai Kurikulum Satuan Tngkat Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum 2013 atau K13 yang memiliki pendekatan substansi berbeda. Ia mencotohkan dalam penerapan higher order thinking skills (HOTS) pada Ujian Nasional 2018 sempat memunculkan keluhan guru dan siswa diberbagai daerah.

"HOTS itu bukan soal sulit tapi soal yang menuntut penalaran dan logika berpikir tingkat tinggi, bersifat abstraksi. Proses pendidikan belum ke arah sana sehinga tidak heran menimbulkan reaksi ketika UNBK," cetusnya.

Namun begitu, Unifah atas nama PGRI menyampaikan apresiasi kepada Kemendikbud dan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Apresiasi kepada Kemendikbud dalam penyelenggaraan pendidikan mulai tingkat PAUD hingga pendidikan tinggi. Apresiasi terhadap perluasan akses, manfaat Kartu Indonesia Pintar atau KIP mencegah anak putus sekolah, dan keterbukaan Kemendikbud terhadap data dan informasi, pengangkatan guru honorer secarfa bertahap, UN tidak lagi dijadikan patokan kelulusan dan penyelenggaraan UNBK serta keinginan menata administrati tata kelola guru yang lebih baik.

Adapun apresiasi kepada Kemenristekdikti pada kenaikan posisi Indonesia dalam jurnal internasional, cepat tanggap respon Kementerian menghadapi gelombang revolusi industri 4.0 dan mendorong kampus baik perguruan tinggi negeri maupun swasta meraih keunggulan melalui akreditas dan berbagai indikator lain yang memungkinkan kalangan PTN dan PTS bersaing secara sehat ataupun sama-sama bersinergi dalam berkolaborasi. (OL-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya