Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
PEMERHATI lingkungan mengingatkan pemerintah pusat bahwa pengelolaan sampah untuk pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) bertentangan dengan semangat mengurangi dampak lingkungan dari sampah.
Itu juga bertentangan dengan keputusan Mahkamah Agung yang telah membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) No 18 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur PLTSa berbasis insinerator. Uap pembakaran sampah di insinerator berpotensi menyebar kandungan berbahaya bagi masyarakat sekitar PLTSa.
Seperti disampaikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dengan pembatalan perpres tersebut, pembangunan PLTSa dengan teknologi insinerator secara hukum tidak boleh dilakukan. Rencana pemerintah pusat dan daerah menangani sampah melalui teknologi insinerator ialah hal yang keliru karena dapat berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan masyarakat.
“Walhi mengingatkan ingatkan LHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) untuk taati hukum,” kata Kepala Departemen Kampanye dan Perluasan Jaringan Eksekutif Nasional Walhi Khalisa Khalid, kemarin.
Menurutnya, banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah daerah (pemda) untuk mengelola sampah. Begitu juga dengan pembangkit listrik, masih ada berbagai pilihan energi alternatif yang ramah lingkungan.
Hal senada disampaikan peneliti Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) Margaretha Quina. Ia mengatakan, bila yang didorong pemerintah pusat ialah pengembangan PLTSa termal atau dengan menggunakan tenaga panas insinerator, hal itu merupakan langkah keliru. Pengelolaan dengan cara tersebut berisiko tinggi.
“Kalau (pemda) diminta mempercepat (pmbangunan) PLTSa termal, itu berbahaya,” ujarnya.
Wacana pengelolaan sampah untuk PLTSa muncul dalam Rapat Koordinasi Nasional Kebijakan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa (3/4). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta pemda lebih proaktif dalam mengelola sampah.
Sampah di perkotaan yang dapat diolah menjadi listrik melalui PLTSa, ujarnya, merupakan bagian dari pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Namun, ujarnya, bila daerah berkenan membangun PLTSa, ia berharap pemda memberikan kelonggaran pada aturan tipping fee.
Gandeng asing
Sejumlah daerah selama ini mengelola sampah dengan berbagai cara. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman, DIY, hanya mengolah sampah residu atau yang benar-benar tidak dapat diolah lagi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Prambanan. Sebagian sampah yang masih bisa didaur ulang sudah dipisahkan.
Pemkab Lamongan, Jawa Timur, telah lebih dulu memanfaatkan sampah untuk PLTsa di TPA Tambakrigadung. Menurut Kepala Bagian Humas dan Protokoler Pemkab Lamongan Agus Hendrawan, pemanfaatan sampah menjadi tenaga listrik dilakukan sejak dua tahun lalu.
Pemkab Sidorarjo, Jawa Timur, bahkan telah menggandeng perusahaan asing yang akan mengolah sampah di daerah itu untuk tenaga listrik. Untuk mewujudkan rencana itu, pemerintah setempat akan menyediakan lahan 10 hektare, (AU/YK/HS/AS/RF/BB/H-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved