Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Serat Sabut Kelapa untuk Bahan Genting

Siti Retno Wulandari/X-7
24/2/2018 01:16
Serat Sabut Kelapa untuk Bahan Genting
(ANTARA/Seno S)

TUMPUKAN sampah sabut kelapa di Desa Bomo dekat Pantai Banyuwangi, Jawa Timur, menarik perhatian mahasiswa dan mahasiswi Fakultas Teknologi Kelautan Departemen Teknik Transportasi Laut Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya.

Sampah-sampah tersebut, jika dibiarkan, akan mengotori lingkungan. Masyarakat pun kerap membakar sampah sabut kelapa tersebut berikut tempurungnya sehingga menimbulkan polusi udara.

Namun, di tangan tim yang terdiri dari Zeffri Irawan, Rachmad Ananto Wicaksono, Shinta Johar Alif Rahadi, dan Dwiki Febrianto, limbah tersebut bisa berguna menjadi bahan baku genting. Inovasi mereka itulah yang mendapatkan juara pertama pada ajang Green Wave Environmental Care Competition di Singapura.

Shinta, salah satu anggota tim, mengatakan seusai melihat banyak limbah, mereka mulai berdiskusi dan mencari cara untuk bisa menghilangkannya. Media daring menjadi pilihan untuk mencari proses pengolahan limbah tersebut. Tak dinyana, mereka malah mendapatkan informasi tentang adanya program pembuatan satu juta rumah oleh pemerintah.

Dengan berbekal ingatan tentang sabut kelapa yang mampu menjadi bahan dasar genting, mereka pun segera mencoba. Mereka pun memulainya dengan membuat mesin untuk mengolah limbah sabut kelapa.

"Yang berpartisipasi kebanyakan pabrikan genting terkenal. Usaha kecil dan menengah jadinya semakin sepi. Karena itu, kita berusaha untuk memberi inovasi tak hanya dari bahan baku sehingga lebih murah, juga dengan pembeda dari genting umumnya," ujar Shinta saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (13/2).

Shinta pun menyebut beberapa kandungan yang terdapat dalam sabut kelapa, seperti 47,55% silikon dioksida, 1,05% aluminium oksida, 2,65% magnesium oksida, serta 5,29% air.

Lalu tim mulai merancang inovasi mesin, lima alat dijadikan dalam satu konsep. Dalam proses produksi, pertama-tama tempurung dipisahkan dari sabut dengan menggunakan mesin coconut parrer. Lalu sabut kelapa dihaluskan dan dikeringkan dengan mesin coconut fiber crusher, baru kemudian dicampur dengan bahan lain pembuat genting pada alat mixer, dan dicetak pada mesin pressing and moulding.

Investasi Rp300 juta

Untuk kompetisi, tambahnya, tim melakukan pencetakan secara manual. Bahan seperti semen dan pasir pun masih digunakan, hanya lebih menghemat kedua bahan tersebut. Kekuatan baru akan diuji, tetapi persoalan uji rembes sudah dilakukan dan produk genting sabut kelapa itu memenuhi syarat.

"Biaya lebih hemat karena dua material, seperti semen dan pasir, kan penggunaannya berkurang. Inovasi itu juga kami tujukan untuk UKM agar tidak kalah saing. Genting dari sabut kelapa itu juga lebih ringan jika dibandingkan dengan yang biasanya," ungkapnya.

Daerah dekat Pantai Banyuwangi, lanjut Shinta, sangat memiliki ketersediaan bahan baku karena pohon kelapa yang tumbuh subur. "Manfaat lainnya bisa membuat UKM berdaya dan memiliki ciri khas berbeda," ujarnya lagi.

Untuk investasi, Shinta menjawab, butuh modal sekitar Rp300 juta dan sudah dapat seluruh komponen lengkap, mulai mesin hingga bahan baku. Ukuran mesin yang tidak terlalu besar mampu ditampung ruangan berukuran 4 x 4 meter.

"Hanya butuh sewa lahan untuk kolam rendam dan tempat jemur. Pengoperasian alat bisa dikerjakan oleh empat orang dan dalam satu hari bisa memproduksi sekitar 900 buah genting."

Untuk saat ini, imbuh Shinta, belum ada pihak yang menghubungi terkait dengan inovasi karya mereka. Tim sempat berpikir untuk melakukan diversifikasi, untuk pemanfaatan bahan bangunan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya