Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

3.800 Profesor belum Menulis Jurnal

Bay/H-5
23/2/2018 07:01
3.800 Profesor belum Menulis Jurnal
(ANTARA/Widodo S. Jusuf)

SEBANYAK 3.800 dari 5.366 profesor belum memenuhi kewajiban publikasi menulis jurnal internasional. Hal itu diungkapkan Direktorat Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti (SDID) Kemenristek dan Dikti yang kemudian mengingatkan para guru besar atau profesor untuk produktif dalam menulis jurnal khususnya jurnal internasional. Jika tidak, tunjangan kehormatan yang melekat pada jabatan mereka terancam dicabut.

Kewajiban para profesor itu tertuang dalam Permenristek Dikti 20/2017 tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor. Tunjangan kehormatan mereka ditetapkan dua kali gaji. Para profesor juga berhak mendapatkan tunjangan profesi dosen. Jika ditotal, profesor mendapatkan tunjangan tiga kali gaji pokok. Namun, tunjangan kehormatan dan profesi dosen ini akan dihentikan jika yang bersangkutan diangkat menjadi pejabat negara seperti menjadi dirjen atau menteri dan yang terkait.

Kendati begitu, Dirjen SDID Kemenristek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti, menyatakan, pihaknya masih memberikan kesempatan kepada profesor yang belum menjalankan kewajiban hingga November 2019. "Jadi kami masih memberi kesempatan kepada para guru besar hingga 1,5 tahun ke depan untuk mampu meluangkan waktu menulis jurnal internasional," tegas Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.

Ghufron menduga para profesor tersebut kemungkinan ada yang telah mengirim jurnal, tapi tidak mengirim ke jurnal bereputasi seperti yang telah masuk indeks Scopus. "Mungkin saja ada yang telah menulis, tapi salah mengirim ke jurnal abal-abal," cetusnya. Ia mencontohkan ada jurnal abal-abal Men In India yang merupakan jurnal antropologi.

Soal kendala profesor berkarya dalam jurnal, menurut Ghufron, itu disebabkan budaya menulis yang belum baik di kalangan mereka yang lebih sibuk pada tugas administrasi. Selain itu, dipicu kinerja mereka, yakni dosen dan profesor di Indonesia umumnya bermental mengincar jabatan struktural ingin menjadi dekan atau rektor ketimbang menjadi tenaga pendidik sehingga menjadi kurang produktif.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya