Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
KONFLIK antara orang utan dan manusia kerap berakhir dengan terbunuhnya satwa yang dilindungi itu. Diperlukan sanksi tegas yang berat agar menimbulkan efek jera. Di saat yang sama, penyadartahuan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar habitat orang utan perlu ditingkatkan.
Sepanjang awal tahun ini, terjadi dua kasus pembunuhan orang utan yang menyita perhatian publik. Pada pertengahan Januari lalu, satu orang utan ditemukan mati di pinggir Sungai Kalahien, Barito Selatan, Kalimantan Tengah. Ditemukan 17 peluru bersarang di tubuhnya. Awal Februari ini, seekor orang utan di Desa Teluk Pandan, Kutai Timur, Kalimantan Timur, tewas ditembus 130 peluru senapan angin. Para pelaku di dua kasus berbeda itu berhasil ditangkap aparat.
Manajer Perlindungan Ha-bitat Centre for Orang utan Protection (COP) Ramadhani menyatakan para pelaku pembunuhan orang utan itu perlu dihukum berat agar menimbulkan efek jera. Berdasarkan UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, pelaku pembunuhan satwa dilindungi diancam penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp100 juta.
Sayangnya, menurut Ramadhani, selama ini pembunuh orang utan umumnya hanya dijatuhi hukuman ringan. Tercatat, paling lama hanya berkisar 2 tahun penjara. Bahkan ada pelaku yang hanya divonis 8 bulan penjara.
“Hakim, jaksa, dan penuntut umum harus memahami bahwa satwa dilindungi seperti orang utan tak ternilai harganya. Karena ini juga menyangkut harga diri bangsa,” ujarnya, kemarin.
Lapor call center
Terpisah, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur Sunandar Trigunajasa menyatakan pihaknya bakal lebih aktif menyosialisasikan kepada masyarakat agar tidak main hakim sendiri kala menemukan orang utan di lahan garapan.
Ia menjelaskan, berdasarkan surat edaran Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang kerja bersama perlindungan dan penyelamatan orang utan di Kalimantan dan Sumatra yang diterbitkan pada 29 Januari lalu, masyarakat, pemerintah daerah, dan korporasi diajak untuk melindungi orang utan. Di antaranya dengan melapor ke call center Ditjen KSDAE maupun Balai KSDA dan Balai Taman Nasional setempat jika menemukan orang utan.
“Orang utan dan manusia bisa hidup berdampingan. Kalau orang utan ditemukan dan dianggap mengganggu, harus dilaporkan. Jangan mengusir dengan senapan dan dilukai. Jangan sampai melanggar hukum.”
Berdasarkan data Population and Habitat Viability Assessment Orang utan 2016, populasi orang utan kalimantan (Pongo pygmaeus) tercatat ada 57.350 individu. Hampir 80% berada di luar kawasan konservasi.
Dirjen KSDAE KLHK Wiratno menjelaskan dalam kurun 2012–2017, lebih dari 250 orang utan kalimantan telah diselamatkan ke pusat penyelamatan atau dipindahkan ke habitat yang lebih aman.
Selain orang utan kalimantan, Indonesia memiliki spesies orang utan sumatra (Pongo abelii) dan orang utan tapanuli (Pongo tapanuliensis). Populasi orang utan sumatra sekitar 14.630 individu. Adapun populasi orang utan tapanuli hanya sekitar 800 individu. (H-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved