Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Diaspora Dorong Mutu Pendidikan

Syarief Oebaidillah
06/1/2018 10:40
Diaspora Dorong Mutu Pendidikan
(ANTARA/Rosa Panggabean)

KEHADIRAN diaspora Indonesia di Tanah Air dapat mendorong­ mutu pendidikan tinggi melalui kolaborasi dengan dosen atau peneliti Indonesia guna meningkatkan produktivitas riset akademisi.

“Keberhasilan para diaspora di luar negeri dapat ditularkan ke Indonesia. Di antaranya dapat mendorong para ilmuwan dan profesor di Indonesia dalam meningkatkan publikasi internasional, serta peningkatan inovasi hasil hasil riset,” kata Menteri Riset Teknolologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) M Nasir di Jakarta, Kamis (4/12).

Ia mengatakan itu terkait dengan kehadiran diaspora Indonesia di Tanah Air setiap tahun. Para diaspora Indonesia berkumpul atas undangan Kemenristek Dikti dalam program World Class Professor (WCP). Pertemuan para profesor diaspora berlangsung sejak 2015 dan mereka yang diundang selama ini berkiprah di 19 negara. Terakhir mereka berada di Indonesia pada Desember 2017.

Menurut Menristek Dikti, untuk menghadirkan profesor diaspora lebih lama tinggal di Indonesia memerlukan sejumlah persyaratan. Sayangnya, dalam upaya menghadirkan mereka pihaknya sering terhambat oleh aturan mengenai izin tinggal di Indonesia yang dibatasi hanya satu hingga tiga bulan.

Oleh karena itu, Nasir meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dapat memberikan perlakuan khusus bagi mereka. Bahkan ia akan segera membahas masalah ­tersebut dengan kedua kementerian sehingga para diaspora dapat tinggal lebih lama di ­Indonesia.

Ia juga mengungkapkan tentang masalah fasilitas dan penghasilan yang diterima oleh profesor diasporta selama berbagi ilmu di Tanah Air yang dinilainya masih rendah bila dibandingkan dengan penghasil­an mereka di luar negeri.

Sementara itu, Dirjen Sumber Daya Iptek Dikti (SDID) Kemenristek Dikti Ali Ghuforn Mukti mengatakan untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia, ia telah membuat program bagi diaspora berikut fasilitasnya dalam bentuk proyek keilmuan atau riset.

“Diaspora bersama perguruan tinggi setempat dapat mengajukan proyek WCP. Jika disetujui, nilainya mencapai Rp2 miliar, tergantung kegiatan yang diusulkan,” katanya.

Fasilitas lain yang diupayakan, lanjut dia, para diaspora dapat mengajukan nomor induk dosen khusus (NIDK) yang disesuaikan dengan jabatan akademik yang diperoleh di luar negeri, tempat mereka bekerja. “Kami juga sedang mengusahakan visa khusus,” katanya.

Laser raman
Salah seorang diaspora Indonesia yang berada di Tanah Air, Bibin Bintang Andriana, adalah asisten Profesor Graduate Schooling Science and Technolo­gy Kwangsei Gakuin University, Osaka, Jepang. Saat ini ia sedang menjajaki kerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung.

Doktor lulusan Tokya University itu memperkenalkan teknologi laser raman untuk mendeteksi vibrasi molekul dalam tubuh manusia dan binatang. Teknologi itu juga berguna bagi dunia kedokteran dalam mendiagnosis penyakit lebih cepat.

Menurut Bibin, laser raman ditemukan oleh Profesor Raman asal India yang juga peraih Nobel pada 1990. Ternologi raman, ujarnya, telah diperkenalkan di beberapa negara, di antaranya Sngapura dan Thailand. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya