Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
PENELITIAN dalam buku ini banyak mengupas wawasan serta cakrawala orang luar tentang Muhammadiyah sehingga menjadi pelajaran penting bagi generasi baru Muhammadiyah.
Mengingat cakupannya yang luas dan dimensi waktunya yang panjang itu, tidaklah mengherankan jika edisi perama buku ini - dengan judul Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin: studi tentang Pergerakan Muhammadiyah di Kotagede Yogyakarta yang diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press pada 1983 menjadi salah satu karya monumental tentang Muhammadiyah.
Namun, edisi kedua atau revisi dengan judul Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin, selain mengalami sedikit perubahan judul dan terdapat banyak data tambahan terkait dengan perkembangan aktivisme Muhammadiyah dan kegiatan warga Kotagede yang terjadi pada 1972-2010, tentunya akan semakin menambah nilai penting buku ini.
Pemikiran dan temuan Nakamura tentang Muhammadiyah di Kotagede pada edisi awal kemudian edisi revisi tentang temuan baru setelah rentang perjalanan meneliti Muhammadiyah pada era mutakhir hingga sampai 2015.
Buku ini sangat menarik, pasalnya orang-orang yang berada di lingkungan Muhammadiyah, belum tentu paham betul akan Muhammadiyah. Islamic movement atau gerakan islam itu hadir tidak lepas dari siapa pendirinya, dalam konteks apa berdirinya, kemudian apa yang dilakukan para pendiri tersebut.
Jadi, apa yang dikemukan Nakamura dalam kajian antropologi dan sosiologi di bukunya, mengajak kita untuk melihat islamic movement Muhammadiyah itu tidak kaku. Sering di kalangan kita, baik gerakan islam, oragnisasi islam, maupun Islam secara keseluruhan, kadang kala ada orang yang menemukan pemahaman keislamannya berdasarkan pikiran dan keberadaannya lalu digambarkan Muhammadiyah seperti yang dia pahami.
Padahal, seharusnya jika ingin tahu Muhammadiyah tidak terlepas dari siapa pendirinya, apa pemikirannya, dan bagaimana konteksnya, serta berbagai hal yang terkait dengan Muhammadiyah saat itu. Inilah yang seharusnya dipahami ulang supaya tidak menyamakan Muhammdiyah dengan yang lain karena Muhammadiyah memiliki karakter khas.
Berdasarkan deskripsi Nakamura dalam bukunya. Dari jauh Muhammadiyah tampak doktriner, tetapi bila diamati dari dekat. Kita akan menyadari hanya ada sedikit sistematis teologi. Jadi, apa yang lebih tampak di sana ialah susunan dari nasihat moral yang secara langsung diambil dari alquran dan hadis.
Muhammadiyah terlihat eksklusif tatkala dipandang dari luar, tetapi sebenarnya organisasi ini sangat terbuka ketika kita berada di dalamnya. Kekeliruan itu masih sering terjadi hingga saat ini.
Secara organisatoris, Muhammadiyah tampak memaksa tetapi organisasi ini merupakan individu yang sangat menghargai ketaatan pribadi. Muhammadiyah tampak seperti organisasi yang berdisiplin tinggi tetapi sebenarnya tidak ada standar pendisiplinan yang efektif selain hati nurani individu.
Kotagede di Bawah Pohon Beringin
Buku ini memang membahas mengenai islamisasi yang sedang berlangsung di Perkotaan Jawa Tengah bagian selatan, yang difokuskan pada kasus sebuah cabang gerakan Muhammadiyah di Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jadi, gagasan dari gerakan Muhammadiyah di kota ini merupakan manifestasi kontemporer dari islamisasi yang secara historis tengah berlangsung.
Artinya, perkembagan berhubungan dengan perubahan-perubahan dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik dari kota ini. Ia menjalankan sekaligus mengubah tradisi keagamaan lokal sehingga menjadi lebih dekat dengan ortodoksi Islam dan proses islamisasi.
Meski Kotagede masih bercorak Jawa dari segi etnisitas. Kini, kehidupan beragamanya semakin plural jika dibandingkan dengan periode 1970-an. Sekarang ada penganut Kristen, Katolik, dan Protestan di sana. Namun, yang lebih penting ialah semakin beragamnya corak Islam yang direpresentasikan. Islam tradisional, sebagaimana direpresentasikan Nahdlatul Ulama, bisa dicermati dan beberapa praktik kalangan tradisional pun kian populer. Pun elemen yang bercorak lebih radikal muncul pula.
Kotagede bukan lagi sebuah kota yang didominasi Muhammadiyah. Sesungguhnya, kota ini mungkin tidak pernah benar-benar didominasi Muhammadiyah sebagaimana dibayangkan para pemimpin Muhammadiyah. Persyarikatan ini pernah menghadapi berbagai rintangan dari berbagai arah.
Oposisi kecil-kecilan hingga tradisi-tadisi lama Jawa, banyak di antaranya berakar pada ide-ide nonmodenis dan bahkan pra-
Islam tidak lagi cukup dan pendekatan-pendekatan baru perlu ditemukan.
Bagaimanapun juga, Muhammadiyah bukanlah sekadar sebuah organisasi pemurnian agama, melainkan sebuah organisasi kesejahteran sosial. Jadi sejak lama Muhammadiyah telah dianggap menjadi sebagai model bagi aktivitas sosial bercorak nonpemerintah dan yang terinspirasi agama.
Untuk menjelaskan perkembangan Muhammadiyah selanjutnya di Kotagede, tidak diragukan lagi kaum komunis merupakan kekuatan ideologis dan sosial yang plaing bermusuhan dengan persyarikatan Muhammadiyah di sana. Namun, mereka lumpuh nyaris semalam di akhir 1965 melalui pencekalan sejumlah besar anggota PKI dan organisasi-organisasi sayapnya dan pelarangan permanen aktivitas mereka sesudah itu.
Sejak saat itu, Muhammadiyah membangun kekuatannya dalam kondisi yang sangat kondusif lantaran menghilangkan PKI dari ruang publik menciptakan kekosongan. Berbekal pengetahuan latar belakang sejarah, yang dibahas pada bab 9 dalam buku ini. Pencapai-pencapai Muhammadiyah di Kotagede sepanjang kira-kira 40 tahun terakhir, sebagai sebuah gerakan sosial keagamaan. Muhammadiyah berjuang mewujudkan, masyarakat Islam sebenar-benarnya lewat, dakwah, pendidikan, dan mendorong kesejahteraan sosial.
Bila berbicara masa depan Muhammadiyah, seharusnya tidak meletakkan Muhammadiyah dalam konteks Islam internasional karena hakikatnya umat Islam ialah umat yang satu. Pun demikian, para musuh Islam di tataran global atau mondial sejak dulu memang menerapkan strategi dasar yang sama. Sekalipun bentuk permusuhannya berubah.
Begitu juga ketika Muhammadiyah didirikan pada 8 Zulhijah 1330 Hijriah bertepatan dengan 18 November 1912 Masehi, yakni bangsa Indonesia masih berada dalam zaman kolonial sehingga konteks historis, sosial, politik, dan ekonominya sangat berbeda dengan zaman sekarang. Dalam kajian dan temuan Nakamuran disebutkan. Kelembaman yang diakibatkan keberhasilan Muhamamdiyah di abad yang lampau mungkin akan segera hilang atau bahkan menjadi sebuah beban birokratis yang membayangi masa depannya.
Guna mengejar kemajuan lebih lanjut di abad XXI, Muhammadiyah tampaknya membutuhkan revitalisasi yang menyeluruh sampai ke taraf, bahkan melebihi semangat, ketabahan, dan sebuah visi yang jelas seperti yang dicontohkan pendirinya, KH Ahmad Dahlan.
Buku ini setidaknya memberikan warna dan sisi lainnya untuk mengenal Muhammadiyah secara utuh, pun demikian dinamika dan beberapa konsep mengatasi sejumlah tantangan yang dihadapi Muhammadiyah hingga pencapaian-pencapaiannya sejauh ini. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved