Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
PEMERINTAH melalui Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program studi (prodi) pendidikan profesi guru (PPG). Prodi itu bertujuan meningkatkan mutu guru dan pendidikan di Indonesia serta memenuhi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Guru dan Dosen.
"Peluncuran prodi PPG untuk menyesuaikan pendidikan profesi dengan Undang-Undang Guru dan Dosen," kata Dirjen Kelembagaan Iptek Kemenristekdikti, Patdono, pada peluncuran prodi PPG di Gedung Kemenristekdikti Jakarta, Rabu (31/5). Turut mendampingi Staf Ahli Menristekdikti Pauline Pane serta Sekretaris Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikdud Nurjaman.
Menurut Patdono, terdapat 103 Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang akan diseleksi menjadi penyelenggara PPG ini. "Prodi ini dapat diselenggarakan LPTK negeri dan swasta yang memenuhi persyaratan yaitu harus terakreditasi lembaga dan prodi S-1-nya berakreditasi A atau B," cetusnya.
Dikatakan, proses penyelenggaraan prodi PPG diuraikan rinci dalam pedoman penyelenggaraan prodi. Menurut Patdono, sarjana pendidikan dan sarjana berbagai bidang ilmu dapat menjadi mahasiswa prodi PPG. Seleksi tes masuk dilakukan secara nasional dengan panitia lokal di LPTK masing-masing. Adapun prioritas tahun ini untuk calon guru produktif jenjang SMK dengan batas usia 28 tahun, sedangkan lama pendidikan 1 tahun atau 2 semester.
"Satu semester untuk lokakarya pengembangan bahan dan perangkat pembelajaran, sedangkan satu semester lagi untuk program praktik atau pengalaman lapangan di sekolah. Setelah mengikuti PPG guru akan memperoleh sertifikat yang menyatakan kewenangannya untuk mengajar pada jenjang pendidikan yang ditetapkan," imbuhnya.
Patdono menegaskan, PPG berperan strategis dalam peta pendidikan nasional Indonesia. Pasalnya, PPG merupakan investasi Pemerintahyang sangat penting untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional dan membangun bangsa. "Mari kita dukung dan jaga bersama prodi PPG ini," tukasnya. Di lain pihak, PB PGRI menyatakan menolak rencana penghentian Program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) yang diganti menjadi PPG. Alasannya, untuk mendapatkan sertifikasi bagi guru dalam jabatan atau guru yang sudah mengajar harus dengan mengikuti mekanisme PLPG.
Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rasidi, menegaskan, saat ini terdapat sekitar 400 ribu guru yang belum sertifikasi. Menurutnya, penghentian PLPG tersebut melanggar UU Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah (PP) No 74/2008 tentang Guru. "Jika PLPG dibatasi 10 tahun dan belum selesai, ini bukan kesalahan guru. Harusnya ada tafsir untuk penyelesaiannya," kata Unifah.
Apalagi, lanjut dia, saat ini proses sertifikasi guru dalam jabatan dibiayai guru yang bersangkutan, dan bukan lagi dibiayai oleh pemerintah . Hal Ini sangat membebani guru.
"Bagaimana pun guru juga manusia, yang memiliki tanggung jawab lainnya. Mereka punya anak dan keluarga,” cetusnya.
Sebelumnya, Kemendikbud resmi menghentikan PLPG dan menggantinya dengan PPG. Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud, Sumarna Surapranata, menuturkan, Program PLPG sudah tidak bisa dilanjutkan. Untuk itu, dia mengatakan pada 2017 ini adalah tahun terakhir pelaksanaan PLPG.
"Karena sudah tidak relevan dengan UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen," katanya, pekan lalu.
PLPG pamungkas tahun ini diikuti sekitar 55 ribu guru. Dikatakan, PLPG dijalankan sebagai amanah UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Di dalam aturan itu, pemerintah diberi amanah untuk sertifikasi guru yang sudah mengajar sebelum UU Guru dan Dosen diterbitkan. Waktu yang diberikan kepada pemerintah selama 10 tahun atau sampai 2016. Guru yang sudah mengajar maupun sarjana keguruan, harus ikut PPG untuk mendapatkan sertifikat profesi guru. (OL-2
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved