Headline

Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.

Porsi Besar untuk Band Arus Pinggir

DZULFIKRI PUTRA MALAWI
11/9/2016 00:15
Porsi Besar untuk Band Arus Pinggir
(MI/DZULFIKRI PUTRA MALAWI)

FESTIVAL bukan hal baru dan istimewa bagi masyarakat Pulau Dewata. Mereka sudah terbiasa menggelar hajatan bertaraf internasional mulai yoga, layang-layang, karya sastra, kebudayaan, hingga musik. Menjamurnya festival di Bali berjalan seirama dengan kegiatan pariwisatanya. Hal itu menjadi embrio kota-kota lain untuk mengembangkan industri kreativitas dan potensi alam serta budaya yang bisa dinikmati sekaligus menjadi devisa tiap daerah.

Bulan ini, Bali terpilih kembali menjadi tuan rumah Soundrenaline Festival 2016, Louder than Ever di Garuda Wisnu Kencana (GWK), Uluwatu, Bali, 3-4 September 2016. Festival musik Indonesia terbesar dengan konsep kolaborasi antarmusikus dan pelaku seni lintas disiplin itu untuk ke-14 kalinya terselenggara. “Bali juga sudah banyak festival besar tiap kampung seperti di Sanur dan Ubud. Scene musik di Bali sangat merespons kesempatan festival musik yang ada. Seharusnya saling memperkuat dua arah, dari festival dan scene. Tujuannya mutual benefit, band Bali bisa mendapatkan wadah karena festivalnya ada di kampung mereka dan pihak penyelenggara juga bisa merealisasikan konsepnya,” kata vokalis Navicula Gede Robi Supriyanto kepada Media Indonesia, Minggu (4/9).

Menariknya, kali ini Soundrenaline memberikan porsi besar bagi band arus pinggir yang selalu bergerak secara independen. Lebih dari 50% penampil berasal dari scene (lokasi) musik komunitas. Tak disangka, 101.520 ribu pengunjung memadati arena. Bahkan untuk membuka festival, Soundrenaline memberikan ruang kepada beberapa emerging band untuk tampil di dua panggung besar, A Stage dan Louder than Ever Stage, seperti Morganostic, Jimjack, Piston, Zat Kimia, Elipsis, dan Poison Nova.

Para penonton terlihat begitu menikmati sajian musik arus pinggir. Misalkan pada panggung Go Ahead People yang menampilkan Scaller. Band yang perdana tampil di Soundrenaline mendapat perhatian dari penonton yang memagari arena panggung karena mampu menyajikan kualitas musik dan tata suara yang matang. Antusiasme penonton tersebut juga terjadi pada penampilan Kelompok Penerbang Roket, Shaggydog, Barasuara, Sore, The Adams, Whiteshoes and the Couples Company, Tulus, The Upstair, Endank Soekamti, hingga Goodnight Electric. Apalagi ketika tampil Efek Rumah Kaca, senandung kor terdengar dari awal penampilan mereka yang terasa semakin syahdu dengan dinding-dinding tebing di sisi kanan dan kiri panggung. Cholil tiba-tiba muncul dan seakan menjadi kejutan lantaran ia sebelumnya sedang berada di Amerika. Selain itu, ada kolaborasi dua lini industri musik yang terjadi dalam satu panggung bernama Soundrenaline Project. Sajian musik itu digawangi Nikita Dompas sebagai music director dengan menampilkan Marcello Tahitoe, Kikan Namara, Neonomora, Kallula, Andi Rif, dan Felix Davide.

“Sebagai salah satu festival musik Tanah Air terlama yang dimulai sejak 2002, Soundrenaline selalu menjadi wadah berkarya dan tempat reuni musikus dari beragam latar belakang dan genre. Selaras dengan komitmen pemberdayaan Sampoerna A, tahun ini semua musikus sidestream dan mainstream serta komunitas kreatif akan diberikan ruang yang sama besar untuk saling berkreasi dan memberi inspirasi,” kata Managing Director Kilau Indonesia, penyelenggara festival ini, Novrial Rustam.

Jemput bola
Keikutsertaan para musikus lokal dari berbagai daerah dalam helat­an festival musik tentu melalui beberapa tahap. Mulai kurasi karya hingga keaktifan berkomunikasi para band itu sendiri. Biasanya para band lokal di wilayah festival terselenggara akan lebih berpeluang untuk ikut serta, tapi hal itu tidak menjadi jaminan. Navicula, band lokal asal Bali yang sudah empat kali terlibat dalam festival Soundrenaline, justru meng­ajak band lokal lainnya untuk aktif menjemput bola.

“Festival ini tujuannya berkolaborasi sehingga yang dibangun ialah untuk saling mengingatkan dan merespons. Band setempat di Bali juga jangan tunggu bola, harus aktif. Terlepas dari tujuan mulia sebuah festival untuk membangun komunitas, musik di dalamnya adalah industri, jadi ada perjuangan untuk berkompetisi, bisa melobi, dan sebagainya, ada kegiatan untuk mendapatkan sesuatu,” jelas Robi. Senada dengan Robi, gitaris Navi­cula, Dadang Dankie juga menambahkan, sebagai scene musik di Bali, dengan rutinnya festival semacam Soundrenaline ini menjadi rangsangan untuk lebih bergairah lagi berkarya. “Bagi scene, yang penting itu ada wadah. Seniman pada dasarnya sama, ada mental untuk unjuk gigi. Adanya festival besar ini jadi memicu untuk lebih keren,” harapnya Robi. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya