Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PESTA olahraga tingkat Asia Tenggara (SEA Games) 2019 yang berlangsung di Filipina telah memasuki hari kedua. Duduk di posisi ketiga, Indonesia unggul dari Malaysia dan Thailand dengan perolehan enam medali emas, sembilan medali perak, dan delapan medali perunggu.
Atas pencapaian tersebut, komedian Ernest Prakasa menilai semestinya apa yang didapat Indonesia bisa lebih dari itu. "Olahraga kita sebenarnya bisa lebih maju," katanya saat berkunjung ke Kantor Media Indonesia di Kedoya, Jakarta Barat, kemarin.
Kakak mantan atlet renang SEA Games 2007, Audrey Jiwajennie, itu, menyampaikan, alasan tidak maksimalnya bidang olahraga di Indonesia lantaran kerap dimanfaatkan sebagai komoditas politik. Alih-alih menunjukkan keseriusan, para pemangku kepentingan justru lebih kerap terlibat dalam percaturan kekuasaan.
"Sebagai contoh, bola deh, seberapa seriusnya sih ngembangin bola untuk bolanya, bukan untuk politik? Susah kan? Maksudnya, sudah dijanjikan apa begitu. Tidak usah SEA Games, PON misalnya, kalau menang dijanjikan hadiah, tapi ngurus-nya lama. Sudah begitu disunat-sunat dari atas sampai ke bawah. Terus pas sampai atletnya sudah tidak full, kayak gitu-gitu," bebernya.
Di matanya, masalah olahraga di Indonesia juga menunjukkan persoalan struktural. Pemangku kepentingan tidak dapat mengatasi persoalan jika cuma menyentuh tataran tim nasional saja tanpa adanya kehendak politik yang kuat.
Kondisi yang telah berlangsung lama ini tak mengherankan jika membuat profesi atlet tidak digemari karena karier maupun kesejahteraan mereka yang minim. "Berat. Harus menjadi youtuber atau selebgram ujung-ujungnya. Main iklan dan segala macam, jadi influencer. Tidak buruk juga sih sebenarnya, selama mereka masih bisa fokus dengan olahraganya. Hanya, kalau sudah kenal dengan yang namanya dunia entertainment kan biasanya mentalnya juga berubah," sahut sutradara Susah Sinyal (2017) itu.
Isu keluarga
Saat ditanyakan pandangannya soal politik di Indonesia, Ernest mengaku tidak tertarik membahas maupun membuat film soal itu. Sebagai medium, ia lebih banyak memanfaatkan untuk menyalurkan pandangannya tentang isu sosial dan keluarga seperti film Imperfect: Karir, Cinta & Timbangan yang telah dirampungkannya.
Film tersebut diadaptasi dari buku sang istri, Meira Anastasia, berjudul Imperfect: A Journey to Self-Acceptance yang terbit pada 2018. Film tersebut dibuat untuk menyampaikan pesan atau kegelisahan tentang bagaimana cara berdamai dengan diri sendiri atau penerimaan diri (self acceptance). Persoalan yang ditawarkan memang lebih mengarah pada persoalan karier, cinta, dan berat badan.
Menurut Ernest, penerimaan diri sendiri ialah sebuah proses. Sebagai contoh, misalnya, seseorang tidak bisa memilih di mana ia dilahirkan, tapi kemudian dapat menerima hal tersebut setelah mengenali potensinya.
"Ya sudah memang saya digariskannya seperti ini. Ya sudah memang tujuan hidup kita di sini, ya di jalur ini. Sepertinya kita menemukan tujuan hidup kita selama kita menjalani hidup itu sendiri," tutur alumnus Universitas Padjajaran Bandung itu.
Imperfect: Karir, Cinta, & Timbangan sendiri rencananya mulai tayang di bioskop Tanah Air pada 19 Desember mendatang. Film ini dibintangi Jessica Mila dan aktor muda maupun papan atas lainnya, seperti Reza Rahadian, Yasmin Napper, Shareefa Daanish, Dion Wiyoko, Kiky Saputri, dan lain-lain. (H-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved