Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
BEBERAPA hari terakhir sejumlah ormas melakukan persekusi dan mengintiminasi beberapa pihak. Melihat kondisi itu, Giring Ganesha, 33, merasa pemerintah perlu turun tangan untuk menjawab persoalan persekusi yang marak terjadi belakangan ini. Menurutnya, aksi intimidasi yang dilakukan ormas tertentu ini sudah melebihi kewenangan pihak kepolisian sebagai penegak hukum. "Jangan sampai ada yang bertindak melebihi peran polisi," ujar vokalis grup musik Nidji itu saat dihubungi oleh Media Indonesia di Jakarta, Jumat (2/6).
Persekusi ialah pemburuan sewenang-wenang dan sistematis oleh sekelompok orang dengan tujuan untuk menyakiti orang lain. Tindakan ini merupakan salah satu jenis kejahatan kemanusiaan berdasarkan Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Tindakan persekusi ini mula-mula terendus dari kasus Fiera Lovita, seorang dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Solok, Sumatra Barat. Berawal dari status Facebook, ia harus berurusan dengan sekelompok orang yang tidak suka dengan tulisan di status Facebook-nya.
Sekelompok orang dari ormas tertentu ini mengintimidasi dan melakukan perbuatan yang mengganggu kenyamanan dokter Fiera. Kasus lain terjadi di Cipinang, Jakarta Timur.
Kali ini menimpa pemuda berusia 15 tahun. Video persekusi ini menjadi viral di media sosial. Pemuda itu mengalami pemukulan dan dipaksa menandatangani surat pernyataan meminta maaf karena dianggap telah menghina ulama lewat status Facebook-nya. Kasus persekusi mulai terjadi akhir 2016. Namun, mulai masif pada April hingga Mei.
Berdasarkan data dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam kurun waktu Januari hingga Mei 2017 sudah ada 59 kasus persekusi.
Bijak bersosial media
Melihat awal mula tindakan persekusi yang terjadi, Giring menilai ini berkaitan dengan sikap bijak dalam bersosial media. Selama ini, netizen di Indonesia masih belum mampu menggunakan media sosial secara positif. Buktinya, media sosial hanya dipakai untuk menyebarkan berita bohong, karikatur-karikatur untuk mengolok-olok pihak tertentu, dan ujaran-ujaran kebencian. "Kita kan masih belum dewasa. Mestinya, kalau kita mau membagikan sesuatu di media sosial, itu harus dipikirkan betul, apakah akan menimbulkan polemik atau tidak," jelas Giring.
Bila memang ingin menulis atau membagikan sesuatu, kata Giring, tentunya harus diperkuat dengan fakta. Sebelumnya seusai acara Ngobrol Pancasila: Saya Indonesia, Saya Pancasila di Gedung Kementerian BUMN, Jumat (2/6), Giring mengingatkan saat ini 'jempolmu harimaumu'. "Apa pun yang di-share, kita harus berhati-hati. Kalau bisa, kita share yang positif-positif saja. Kita share yang fakta-fakta saja. Kita share yang bisa berguna untuk kehidupan kita sehari-hari," sambung dia.
Bila mana ada pihak yang kurang sependapat dengan tulisan itu, Giring menyarankan sebaiknya diselesaikan di ranah hukum. Sebaiknya tidak melakukan tindakan persekusi.
"Kalalu memang ada yang tidak sependapat, ya lebih baik tidak usah diselesaikan dengan mobilisasi warga main hakim sendiri karena itu ciri-ciri manusia yang bukan beradab," kata Giring. "Tidak ada orang yang kebal hukum, kan? Selesaikan saja dengan pihak yang lebih berwenang. Jangan sewenang-wenang main hakim sendiri," pungkasnya.
(M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved