Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
TIDAK selamanya kematian memisahkan manusia. Ada kalanya maut menyatukan orang-orang yang terpisah. Itulah kematian yang diharapkan Mbah Sri (Ponco Sutiyem). Perempuan berusia 95 tahun itu berkelana ke berbagai tempat demi menemukan makam suaminya. Di masa perang, suaminya yang bernama Pawiro Sahid pamit berjuang. Hari itu firasatnya mengatakan itu menjadi pertemuan terakhir mereka. Suaminya berpesan jika ia tidak kembali, istrinya harus mengikhlaskannya karena tubuhnya sudah bersatu dengan tanah yang dibelanya.
Namun, dengan penuh cinta untuk suaminya, Mbah Sri kala itu berkata, “Kamu harus pulang ya, kamu harus pulang.” Pascaperang, Pawiro tak pernah kembali. Selama bertahun-tahun Mbah Sri percaya kuburan seorang pejuang dengan nisan tanpa nama di Taman Makam Pahlawan sebagai makam suaminya. Hingga suatu hari, dia bertemu dengan saksi sejarah yang terkejut melihat Mbah Sri masih hidup. Menurutnya, dulu dia menyaksikan betapa Pawiro dilanda duka mendalam lantaran mendapat kabar rumah mereka ditembaki tentara Belanda, menewaskan Mbah Sri di dalamnya. Dia tak tahu istrinya selamat berkat bersembunyi dalam lubang galian di dalam rumah mereka. Maka selama ini, Pawiro tak pulang karena mengira istrinya sudah tiada.
Sadar ia menziarahi makam yang salah. Mbah Sri mencari makam suaminya. Ia ingin saat ajal menjemputnya bisa dimakamkan disisi lelaki yang dicintainya. Dalam perjalanan itu, ada banyak simpang siur kisah soal suaminya. Tak hanya letak makamnya, tetapi juga masa hidupnya. Ada yang mengatakan Pawiro tewas ditembak kawan seperjuangan sendiri karena dianggap berkhianat. Semua tak diindahkan Mbah Sri. “Saya hanya ingin menemukan makamnya. Kalau saya mati, ingin dikubur di sampingnya,” tandasnya.
Tak disangka, menemukan makam suaminya justru membuat perempuan lansia itu mengetahui kenyataan pahit. Kegetiran itu menjadi kejutan alur cerita dalam film Ziarah karya sutradara BW Purba Negara. Film alternatif yang mendapat dua penghargaan di ajang ASEAN International Film Festival and Awards (AIFFA) 2017 di Serawak, Malaysia, itu diputar di bioskop Tanah Air sejak 18 Mei 2017. Jelang Ramadan ketika masyarakat Indonesia memiliki tradisi berziarah ke makam keluarga dan orang-orang terkasih, film ini pun menawarkan kisah menyentuh soal kesetiaan, cinta, perjuangan, pertemuan, dan perpisahan. (Her/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved