Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Rusaknya Sekolah Kami

Ramadani
20/11/2016 05:00
Rusaknya Sekolah Kami
(MI/Ramadani)

FOTO Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Burung Garuda sebagai lambang negara masih kukuh terpasang di atas tembok kelas. Namun, suasana di sekeliling nya adalah kontras yang menyayat. Kursi dan meja belajar telah koyak, dinding-dinding terkelupas, dan langit-langit tanpa plafon. Itulah kondisi di tiga ruang kelas SDN Sukasari 01, Desa Sukasari, Rumpin, Bogor, Jawa Barat. Murid-murid pun harus belajar sambil lesehan atau bahkan menyingkir ke teras sekolah. Kondisi kelas yang rusak parah itu sudah terjadi setidaknya sejak dua tahun lalu.

"Saya masuk sekolah ini sekitar 2014. Namun, ada siswa belajar di luar kelas sejak beberapa bulan lalu. Bahkan belajar dalam kelas dengan kondisi memprihatikan terpaksa dilakukan. Sebagian siswa belajar menggunakan meja dan kursi, sedangkan sebagian lagi terpaksa melantai," kata Kepala SDN Sukasari 01 Supriatin. Keputusan belajar di luar kelas terpaksa diambil demi menghindarkan anak-anak dari bahaya jatuhnya material kelas yang makin uzur. Meski begitu, tetap saja solusi tersebut jadi buah simalakama bagi bocahbocah belia itu. Tidak hanya terkena cipratan hujan dan tersengat panas, punggung dan kaki mereka mulai didera pegal berkepanjangan.

Bagaimana tidak, sekitar 5 jam sehari mereka harus belajar sambil membungkuk. Tidak ada guna mengubah posisi karena tetap saja lantai keras dan dingin menjadi satusatunya alas mereka. Memang masih ada cara lain agar siswa tidak belajar dalam kondisi seperti itu. Di samping tiga kelas yang memprihatinkan, kelas lainnya masih layak digunakan. Kelas layak tersebut dapat menampung murid jika kelas dibagi pada pagi hari dan siang hari. Namun, hal itu sulit dilakukan karena umumnya siswa menginginkan tetap belajar pagi.

Alasan mereka memang tidak mengada-ada. Waktu belajar di siang hari dirasakan kurang kondusif. "Kalau belajar siang kurang efektif, suka ngantuk. Kasihan anak-anak kurang konsentrasi. Lagi pula kalau siang, sebagian besar dari mereka harus belajar mengaji," ucap Rahma, guru kelas 3 yang siswanya belajar di pelataran sekolah.

Kondisi kelas memprihatinkan di sekolah yang tak jauh dari Ibu Kota Jakarta itu sudah beberapa kali dilaporkan ke pihak terkait. Sayangnya, hingga saat ini perbaikan belum bisa terealisasikan. Selama menanti perbaikan itu, para guru hanya bisa terus memompakan semangat kepada murid-murid. Mereka pun menghibur diri dengan membayangkan nasib lebih buruk di sekolah lain. Menghibur diri tampaknya memang jadi pilihan terbaik mereka ketimbang menyadari ironi di negeri ini. Saat masalah politik dan hukum makin jadi bahasan di sana-sini, persoalan pelik yang dihadapi penurus bangsa justru terabaikan. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya