Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Tumbuh di tengah kesulitan (III): Pertumbuhan tidak Kurangi Kemiskinan

20/1/2017 10:11
Tumbuh di tengah kesulitan (III): Pertumbuhan tidak Kurangi Kemiskinan
(ANTARA/Adeng Bustomi)

SAYA melihat di seluruh dunia banyak negara yang mengalami ketimpangan pesat dari mulai 0,35% sampai mendekati 0,5%. Bahkan di Amerika Latin sampai 0,7%. Artinya betul-betul cuma segelintir orang yang merasakan kesejahteraan. Brasil dikatakan sukses karena Presiden Lula mengoreksi dari 0,7% jadi 0,6%. Itu dalam satu dekade menjadi presiden. Satu upaya luar biasa keras.

Indonesia saat mencapai 0,4% alarm berbunyi. Ini berbahaya. Komentar datang dari mana-mana, media massa, masyarakat, partai politik, hingga stakeholder, dan ini disuarakan. Presiden Jokowi merespons dengan berbagai kebijakan karena kita tidak ingin naik lagi. Intervensinya bukan hanya melalui cash transfer, tapi juga memotong tali kemiskinan antargenerasi.

Dari sisi stabilitas, inflasi dan nilai tukar bisa mengalami stabilitas dengan kompara­sinya di dalam dan luar negeri. Di dalam negeri secara historis dan di luar dengan negara-negara setara kita. Inflasi 2016 ialah yang terendah dalam satu dekade terakhir dan nilai tukar kita bisa bertahan atau bahkan mengalami apresiasi cukup sedikit di 2016, ketika seluruh dunia mengalami pelemahan di saat dolar AS menguat luar biasa.

Daya saing
Eksternal ekspor dan impor serta cadang­an devisa kita relatif comfortable. Kalau kita lihat, cadangan devisa di atas US$100 miliar dengan ekspor dan impor yang selalu kita buat imbang. Yang paling penting adalah capital inflow atau arus modal karena mereka percaya terhadap prospek dan stabilitas ekonomi Indonesia.

Kita lihat dalam konteks hari ini berarti berbicara mengenai institusi. Itu karena orang sering lupa bahwa keberhasilan suatu negara maju dia tidak hanya berdasarkan hanya dari pembangunan fisik, dia juga membutuhkan pembangunan institusi. Institusi harus memiliki tata kelola yang baik, bersih, dan efektif. Ada institusi yang bersih, tetapi dia tidak efektif maka tidak banyak berguna juga. Dia bagus untuk inspirasi, tetapi tidak mampu untuk melayani masyarakat.

Jadi, kita perlu institusi yang tata kelolanya baik, bersih, tetapi efektif. Ini adalah tantangan pembangunan bagi banyak negara di dunia. Banyak negara di dunia mengalami apa yang disebut middle income trap. Dia biasanya mampu dari negara miskin, yaitu pendapatannya di bawah US$1.000 per kapita menjadi sekitar US$3.000-US$3.500. Kemudian dia stuck saja di sana. Lama-lama sampai mendekati US$10 ribu-US$11 ribu per kapita, tetapi dia tidak pernah naik menjadi high income country.

Biasanya ciri-cirinya ialah tata kelola dan institusi yang bersih dan efektif sangat ter­tinggal dari kemajuan ekonominya sehingga waktu muncul kelas menengah masyarakat yang menginginkan aspirasi pemerintahan yang bersih yang berfungsi dan akuntabel, selalu dikecewakan. Kekecewaan terus-menerus, apalagi menjadi penyakit yang sangat sering terjadi, adalah munculnya apa yang disebut elite capture.

Tanggung jawab Kemenkeu
APBN merupakan instrumen pembangunan yang luar biasa penting. Di dalam menciptakan tidak hanya pertumbuhan, tetapi mendekatkan kita kepada tujuan menyejahterakan masyarakat yang adil dan makmur. Dari sisi pendapatan negara, kalau kita lihat, tren 10 tahun terakhir peningkatan dari sisi revenue atau penerimaan. Dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang terutama didorong komoditas, Indonesia dalam hal ini, kami belum mampu untuk meng-capture-nya dalam bentuk penerimaan pajak yang cukup besar.

Ini adalah PR yang cukup besar kalau kita lihat dari rasio penerimaan kita mengalami penurunan. Ini yang kemudian muncul indikator bahwa Indonesia dianggap sebagai negara yang inequality dan bahkan sudah masuk kepada sektor-sektor yang dianggap di-capture dan tidak mampu kita pajaki sehingga benefit dari sektor tersebut, terutama pertambangan, infrastruktur besar hanya dianggap menguntungkan untuk kelompok yang di atas daripada kelompok yang di bawah.

Belanja negara telah mencapai Rp2.080 triliun dan ini peningkatan yang cukup besar. Namun, kalau dilihat dari GDP kita, sebetulnya juga tidak terlalu besar. Jadi, kalau kita lihat APBN Indonesia, kita mampu untuk lari atau belanja lebih banyak apabila kita mampu mengumpulkan penerimaan yang lebih banyak. (O-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya