Headline

Indonesia optimistis IEU-CEPA akan mengerek perdagangan hingga Rp975 triliun.

Fokus

Tiga sumber banjir Jakarta, yaitu kiriman air, curah hujan, dan rob.

Memperluas Jangkauan Pasar

Christian Dior
27/2/2015 00:00
Memperluas Jangkauan Pasar
(Dok.MI)
PERBANKAN nasional memiliki sinyal positif dalam menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar bebas ASEAN yang beranggotakan 10 negara, mulai 2015.

Dasarnya ialah pertumbuhan ekonomi yang stabil di atas 6%, laju inflasi di bawah 5%, dan fiskal moneter yang prudensial dalam dua tahun terakhir. Tentunya peluang tersebut harus dimanfaatkan secara maksimal agar kita tidak menjadi tamu di negeri sendiri.

Dari sejumlah kendala yang teridentifikasi, kepemilikan modal asing yang dominan dan kesulitan beroperasi di negara lain menjadi dua problem besar yang harus diatasi bank-bank nasional. Lalu, peluang apa yang bisa kita dimanfaatkan?

Kepala Ekekutif Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Kartika Wirjoatmodjo menyatakan keuangan syariah ialah jawabannya. Jumlah nasabah keuangan syariah Indonesia yang terbesar di dunia--tercatat mencapai 37,3 juta orang--menjadi modal strategis bagi bangsa ini.

"Indonesia memiliki nasabah keuangan syariah terbesar di dunia. Itu

merupakan modal strategis ke depan, tetapi tetap mengupayakan keunggulan

dalam dinamika di kawasan," kata Kartika dalam sebuah seminar di Bandung, Jawa Barat, belum lama ini.

Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan Indonesia menjadi lembaga keuangan mikro syariah terbesar di dunia karena Indonesia merupakan negara yang memiliki lembaga keuangan mikro syariah paling bervariasi. Jumlah paling banyak khususnya ialah baitul mall tamwil (BMT) yang memiliki program akad syariah satu-satunya di dunia.

Meski demikian, pengamat ekonomi syariah Muhammad Syakir Sula mengingatkan, para pemangku kepentingan perlu melahirkan gebrakan besar untuk mendorong pertumbuhan keuangan syariah khususnya perbankan syariah di Indonesia. Tanpa adanya terobosan baru, sulit bagi perbankan syariah memperluas pangsa pasar.

Hingga Agustus 2014, pangsa pasar perbankan syariah tercatat hanya 5,5% atau sebesar Rp193,98 triliun jika dibandingkan dengan kucuran kredit bank umum yang mencapai Rp3.522,37 triliun. Aset perbankan syariah tercatat hanya 5,01% dari total industri perbankan.

"Kuasai 10% perbankan nasional saja sulit kalau tidak ada gebrakan di industri perbankan syariah. Perlu ada keberpihakan dari pemerintah untuk dorong pertumbuhan," ujar Syakir saat dihubungi Media Indonesia di Jakarta, kemarin.

Merger atau baru
Dengan merujuk pada fakta yang ada, pertumbuhan perbankan syariah yang dipatok pada kisaran angka 15%-17% tahun ini dinilai kurang realistis jika melihat kenyataan. Menurut Syakir, sejumlah langkah khusus perlu dilakukan untuk mencapai atau melebihi target yang ditetapkan pemerintah.

Pertama, perlu ada upaya khusus untuk melahirkan sebuah bank syariah besar yang dapat menjadi jangkar bagi stabilitas perbankan syariah nasional ketika krisis atau bersaing dengan perbankan syariah asing. Bank tersebut bisa dibentuk dari merger antarbank syariah milik BUMN atau didirikan sebagai sebuah bank baru.

"Atau tambah modal bagi bank yang sudah ada. Bisa juga meminta BUMN yang bukan bank untuk bergabung menanam saham untuk mendirikan bank syariah baru. Misalnya dananya bisa dari dana pensiunan Pertamina, PLN, atau BUMN lain. Yang jelas bank syariah besar semacam ini harus ada," katanya.

Kedua, para pelaku perbankan syariah harus tetap melahirkan produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Induk bank syariah juga diminta proaktif untuk mendorong pertumbuhan anak perusahaannya.

"Dorong bank syariah untuk ekspansi. Bikin jaringan sendiri atau beri akses untuk gunakan jaringan bank umum yang sudah ada," cetusnya.

Syakir menegaskan, permasalahan utama dalam perbankan syariah ialah isu permodalan. Meskipun potensi pasar sangat besar, bank-bank syariah kesulitan untuk ekspansi karena tidak memiliki modal yang cukup. "Apalagi Indonesia negara mayoritas muslim terbesar. Potensinya besar. Tapi, bagaimana mau ngasih kredit kalau dana terbatas? Jangan sampai potensi yang besar itu diambil perbankan syariah asing yang sudah siap-siap masuk ke Indonesia," imbuhnya.

Dari sisi regulasi, menurut Syakir, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan berbagai kebijakannya telah cukup mendukung pertumbuhan perbankan syariah nasional. Karena itu, kata dia, bola panas kebijakan sekarang berada di Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Bank Indonesia.

Secara terpisah, Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menilai opsi merger dapat menyehatkan permodalan bank-bank syariah pelat merah, seperti Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah.

"Kami dukung wacana merger ini. Yang penting bank sehat dulu. Modal besar bisa masuk buku tiga atau empat dan sediakan layanan keuangan branchless banking agar penetrasi ke masyarakat bagus sehingga bisa saingi Malaysia," katanya.

Ketua Departemen Perbankan Syariah OJK Edy Setiadi memproyeksikan pembiayaan perbankan syariah tumbuh 14%-15% pada 2015. Adapun dana pihak ketiga (DPK) diperkirakan tumbuh di kisaran 16%-17%. Target pertumbuhan itu jauh di bawah rata-rata pertumbuhan sejak 2005 hingga 2013 yang mampu mencapai 36,1% per tahun. (Ant/S-4)

[email protected]



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya