Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat upah nominal harian buruh tani nasional pada September 2016 naik sebesar 0,24% jika dibandingkan dengan upah buruh tani Agustus 2016, yakni dari Rp48.120 menjadi Rp48.235 per hari.
“Ada peningkatan upaya nominal harian burun tani nasional 0,24%. Namun, upah riil buruh tani mengalami penurunan 0,08%,” kata Kepala BPS Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta, kemarin.
Hal serupa terjadi pada upah nominal harian buruh bangunan atau tukang bukan mandor yang naik 0,16% dari upah Agustus 2016. Secara nominal, kata dia, angkanya naik dari Rp82.348 menjadi Rp82.480 per hari. Namun, upah riil turun 0,06%, dari Rp65.810 menjadi Rp65.768.
Sebagaimana diketahui, pada Januari hingga September, inflasi tercatat 1,97%. Inflasi tahunan tercatat sebesar 3,07% atau masih berada di batas bawah kisaran yang ditetapkan pemerintah 3%-5%.
“(Kenaikan upah buruh) akan dipengaruhi inflasi. Kalau gaji kita naik, tapi infla-sinya misal tidak terkendali, inflasi akan menggerus.”
Dengan kondisi itu, nominal upah buruh tani Rp48.235 per hari dan buruh bangunan Rp82.480 per hari belum mampu melawan laju inflasi.
Ia menambahkan, upah nominal pembantu rumah tangga per bulan meningkat 0,14%, dari Rp362.402 menjadi Rp362.910. Namun, upah riil mengalami penurunan 0,08%, dari Rp289.621 menjadi Rp289.379.
Menurut Suhariyanto, upah nominal buruh potong rambut wanita per kepala secara rata-rata naik 0,25%, dari Rp24.781 menjadi Rp24.843,00, dan upah riil naik 0,03%, yakni dari Rp19.804 menjadi Rp19.809.
Petani berkurang
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menjelaskan, di balik gencarnya upaya Kementerian Pertanian mendorong produksi pangan, jutaan petani malah meninggalkan profesi mereka.
“Dalam dua tahun terakhir jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian turun sebesar 2,54 juta orang (6,22%) dari 40,83 juta pada Februari 2014 menjadi 38,29 juta orang pada Februari 2016,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, kemarin.
Menurut Henry, berkurangnya jumlah petani itu disebabkan tiga faktor, yaitu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup, ketiadaan lahan, dan kebijakan mekanisasi pertanian.
“Ketiga faktor tersebut memiliki akar permasalahan yang sama, yakni tidak adanya jaminan perlindungan dari negara terhadap petani.”
Henry menerangkan, mi-nimnya perlindungan harga terhadap petani pangan, khususnya padi, dapat dilihat dari kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan.
Sepanjang 2008 hingga 2016, penetapan HPP hanya naik 68,1%, dari Rp2.200 menjadi Rp3.700 per kilogram. Sementara itu aktual di lapangan, naiknya harga-harga input pertanian telah mendongkrak harga jual padi sebesar 97,6%, dari Rp2.792 menjadi Rp5.518 per kilogram.
“Kebijakan HPP tidak signifikan dalam memberikan jaminan harga karena tak sesuai dengan kondisi aktual yang dihadapi petani di lapangan.” (Ant/RO/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved