Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
PELANCONG dan warga Medan menjadikan Ucok Durian sebagai lokasi merayakan sedapnya durian lokal. Media Indonesia menjumpai sang pemilik untuk mengupas kiat wirausahanya. Juga asal mula pria Minang bernama lengkap Zainal Abidin Chaniago itu disapa Ucok, panggilan buat para lelaki dalam kultur Batak. “Saya mulai usaha dagang durian 30 tahun lalu di emperan kantor di kawasan Pasar Peringgan, Jalan Iskandar Muda, Medan. Saya berjualan durian malam hari. Di kawasan
itu banyak orang yang mengais rezeki malam-malam, ada tukang durian, tambal ban, semir sepatu, mi aceh, dan lainnya,” kata Zainal yang mengaku tamatan SMP.
Sebutan Ucok yang identik dirinya bermula dari sapaan yang lazim diungkapkan orang Medan. “Orang-orang yang berjualan juga disapa ucok. Jadi, ada ucok tukang tambal ban dan ucok tukang semir sepatu. Karena saya tukang durian, saya dipanggil Ucok Durian,” kenang Zainal yang kini sukses menjadikan usahanya berjajar dengan penanda kuliner Medan lainnya, seperti bika ambon, kopi, dan teri medan.
Berawal dari fokus
“Dari dulu, saat mulai saya benarbenar menggantungkan hidupnya dari durian saja. Tidak ada yang lain. Tidak satu pekerjaan pun yang bisa dikerjakan kecuali hanya berjualan durian,” kata Zainal. Di Medan, pusat perdagangan durian tersebar di penjuru kota, mulai Sei Sikambing, Simpang Kantor, Glugur, Pringgan, hingga Jalan Iskandar Muda. Namun, Zainal mengklaim dirinyalah yang memelopori durian dalam kemasan sejak era awal 2000-an. Setelah itu, banyak pedagang durian yang mulai meniru ide Zainal untuk melakukan hal yang sama. Durian ditempatkan dalam wadah plastik dan dibungkus rapat dengan solatip agar aman dibawa dalam perjalanan, termasuk masuk bagasi pesawat.
Inovasi lainnya, Zainal membuat gerai durian menjadi layaknya sebuah restoran khas durian. Sebuah bangunan besar di Jalan Sei Wampu Medan dibeli Zainal dengan meminjam uang Rp800 juta dari Bank Mandiri dan Bank BNI. Lokasi usaha itu didesain agar menjadi tempat makan durian, juga jajanan lainnya, yang representatif. Cat bangunan bernuansa kuning hijau khas Melayu menjadi penanda tokonya.
Terus berinovasi
“Saya sadar kalau mau sukses, apa yang enggak dibuat orang, ya kita buat. Misalnya, makan durian pakai meja, ada tempat cuci tangannya. Lalu saya bikin konsep yang aneh dan berani, yakni makan durian kalau nggak enak silakan diganti,” ujarnya. Sistem pengemasan pun ia mutakhirkan. Durian dikemas rapi sehingga terjaga kualitasnya, pun tak
menyebarkan aroma, dan dibanderol Zainal hingga Rp500 ribu untuk ukuran 30 x 20 sentimeter, serta yang termurah Rp100 ribu berukuran 10 x 10 sentimeter.
“Saya sering kewalahan melayani berbagai permintaan durian packing dari langganan yang datang langsung maupun yang pesan lewat telepon. Sehari kami bisa menjual paling sedikit 3.000 buah durian,” ujar Zainal. Buat memastikan pelanggan yang datang langsung maupun pembeli durian dalam kemasan terlayani dengan baik, Zainal mempekerjakan 20 karyawan yang bergiliran bertugas selama 24 jam. “Saya memberanikan diri berjualan durian 24 jam non setop. Yang
saya jual ini rajanya buah. Kapan saja orang selalu butuh buah ini. Jadi, saya pantang tutup walaupun sehari,” ujar Zainal.
Bermitra dengan petani Untuk menjaga pasokan, Zainal intens menjaga komunikasi dengan para pemilik kebun durian dari seluruh pelosok Sumatra, yang jadi mitranya. “Kalau di Sumatra Utara durian sedang kosong, biasanya saya cari di Riau, Sumatra Barat, bahkan sampai Lampung sehingga kami tidak pernah kehabisan buah durian,” ungkapnya. Kerja keras berpadu inovasi itu kini berbuah keuntungan yang diraihnya sehari. “Sebulan penghasilan bersih saya rata-rata Rp50 juta,”
ungkap Zainal. Ke depan, model usaha durian lainnya tengah ia rancang. Ia membeli sebidang tanah yang kemudian dia bangun untuk kemudian dijadikan semacam lahan usaha terpadu.
“Ada kafe dan toko yang semua produknya dari durian. Ini baru rencana saja, tapi konsepnya sudah di kepala saya. Saya tidak mau membuka konsepnya. Nanti malah ditiru orang lain,” katanya seraya tertawa. Kini Zainal mulai berupaya meneruskan tongkat estafet usaha kepada anak-anaknya. “Dari tiga anak yang semua laki-laki, saya menumpu harapan pada yang nomor dua dan tiga. Saya sedang meyakinkan kepada anak-anak untuk meneruskan bisnis jualan durian ini sebab
prospek bisnis durian ke depan besar sekali,” kata Zainal. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved