Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Target Inflasi 2023 Masih Realistis

M. Ilham Ramadhan Avisena
31/5/2022 13:58
Target Inflasi 2023 Masih Realistis
Ilustrasi(dok.ant)

LAJU inflasi 2023 di kisaran 2%-4% yang ditarget pemerintah dalam asumsi Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2023 dinilai masih realistis. Pasalnya saat ini Indonesia masih mampu mengendalikan tingkat inflasi dengan angka yang relatif rendah dibandingkan negara lainnya. 

Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan tanggapan atas pandangan fraksi-fraksi DPR mengenai Asumsi KEM-PPKF RAPBN 2023 pada Rapat Paripurna DPR ke-24 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021 – 2022, Selasa (31/5).

Baca juga: Lima Tips Bagi yang Ingin Beralih Profesi Menjadi Product Manager

"Kami berpandangan bahwa asumsi inflasi 2023 yang berada pada kisaran 2%-4% masih cukup realistis meski kita memahami dinamika yang sering muncul secara sangat tiba-tiba," ujarnya. 

Tim pengendali inflasi baik di tingkat nasional maupun di daerah dinilai berhasil mengendalikan laju inflasi Indonesia saat ini. Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia juga akan terus memonitor perkembangan, utamanya dari sisi eksternal. 

Sri Mulyani menyampaikan, target inflasi tahun depan juga turut diperkuat oleh proyeksi yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga internasional. Tahun ini Indonesia diperkirakan akan memiliki tingkat inflasi di kisaran 4% dengan konsensus untuk 2023 di angka 3,6%, relatif lebih rendah dibanding sejumlah negara lainnya. 

Terkendalinya laju inflasi di tahun depan dinilai akan terjadi lantaran sejumlah harga komoditas diprediksi akan melandai meski masih berada dalam level yang relatif lebih tinggi dari kondisi normal. 

"Laju inflasi global tahun 2023 diperkirakan lebih rendah dibandingkan 2022. Ini akibat pengetatan moneter yang mengendalikan sisi permintaan dan kemungkinan boom commodity yang mulai mereda," kata Sri Mulyani.

Karena itu, lanjutnya, APBN akan tetap memainkan fungsinya sebagai peredam gejolak (shock absorber) di tahun depan. Upaya itu sedianya telah ditempuh melalui usulan penambahan anggaran subsidi dan kompensasi tahun ini. 

Hal tersebut ditujukan agar pemulihan ekonomi tetap terjaga dan inflasi dapat dikendalikan di tengah ancaman yang terjadi. Dengan demikian, kata perempuan yang karib disapa Ani itu, daya beli masyarakat tak akan tergerus akibat kenaikan sejumlah harga komoditas, utamanya energi. 

Sebab saat ini permintaan domestik tengah merangkak naik dan mengarah ke level pemulihan. " Inflasi domestik berpotensi bisa lebih tinggi, apabila kenaikan harga komoditas global sepenuhnya di pass through ke harga domestik," jelasnya. 

Hingga April 2022, tingkat inflasi di Indonesia tercatat sekitar 3,5% (year on year/yoy). Selain kenaikan harga komoditas, momentum Ramadan dan Idulfitri dinilai mendorong peningkatan laju inflasi. 

Kendati naik, tingkat inflasi Indonesia itu masih lebih rendah dibanding Amerika Serikat (8,4%), Inggris (9%), Argentina (58%), dan Turki (70%). Tingkat inflasi tinggi juga tercatat pada negara-negara emerging yang berkisar 7%-8%.

Adapun dalam KEM-PPKF RAPBN 2023 pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3% hingga 5,9%; inflasi ditargetkan berada di kisaran 2% hingga 4%; nilai tukar rupiah Rp14.300 hingga Rp14.800 per dolar AS; tingkat suku bunga SBN tenor 10 tahun 7,34% hingga 9,16%; harga minyak mentah Indonesia US$80 hingga US$100 per barel; lifting minyak bumi 619-680 ribu barel per hari; dan lifting gas bumi 1,02-1,1 juta barel setara minyak per hari. (OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya