Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Kebijakan Pelarangan Ekspor CPO Tidak Tepat dan Harus Dihentikan

Despian Nurhidayat
23/4/2022 16:27
Kebijakan Pelarangan Ekspor CPO Tidak Tepat dan Harus Dihentikan
Petani memanen sawit di Desa Matang Peusangan Kecamatan Matangkuli, Kabupaten Aceh Utara, Sabtu (16/4).(MI/Amir MR)

DIREKTUR Center of Economics and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira menegaskan bahwa jika hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemerintah tidak perlu setop ekspor crude palm oil (CPO) yang akan secara resmi berlaku pada 28 April 2022.

"Kebijakan ini akan mengulang kesalahan setop ekspor mendadak pada komoditas batubara pada Januari 2022 lalu. Apakah masalah selesai? Kan tidak justru diprotes oleh calon pembeli di luar negeri. Cara-cara seperti itu harus dihentikan," ungkapnya kepada Media Indonesia, Sabtu (23/4).

Lebih lanjut, menurut Bhima pelarangan ekspor CPO ini juga akan menguntungkan Malaysia sebagai pesaing CPO Indonesia sekaligus negara lain yang memproduksi minyak nabati alternatif seperti soybean oil dan sunflower oil.

Bhima menyarankan, seharusnya pemerintah cukup mengembalikan kebijakan domestic market obligation (DMO) CPO 20%. "Kemarin saat ada DMO kan isunya soal kepatuhan produsen yang berakibat pada skandal gratifikasi. Pasokan 20% dari total ekspor CPO untuk kebutuhan minyak goreng lebih dari cukup," kata Bhima.

Bhima menekankan bahwa pelarangan total ekspor dilakukan secara tidak tepat. Menurutnya, selama ini permasalahan ada pada sisi produsen dan distributor yang pengawasannya lemah.

"(Dengan kebijakan ini) apakah harga minyak goreng akan turun? Belum tentu harga akan otomatis turun kalau tidak dibarengi dengan kebijakan HET (harga eceran tertinggi) di minyak goreng kemasan," lanjutnya.

Bhima menegaskan, selama Maret 2022 ekspor CPO mencapai US$3 miliar. Jadi, jika dihitung estimasi Mei 2022 apabila pelarangan ekspor berlaku 1 bulan penuh, Indonesia akan kehilangan devisa sebesar US$3 miliar dan angka itu setara 12% total ekspor nonmigas.

"Tolong Pak (Presiden) Jokowi pikirkan kembali kebijakan yang tidak solutif ini. Pembisik Pak Jokowi juga jangan asal kasih saran kebijakan yang menyesatkan," ujar Bhima.

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan bahwa pihaknya menghormati keputusan Presiden Jokowi untuk menghentikan ekspor CPO. Gapki pun akan terus memonitor perkembangan kebijakan ekspor CPO tersebut.

"Kami memohon agar semua pihak yang terkait turut memonitor dampak kebijakan ini. Apabila ternyata kebijakan ini berdampak kurang bagus sebaiknya pemerintah segera mengevaluasi kebijakan ini," pungkas Eddy. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik