Headline

PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia

Fokus

MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan

Meski Marak Isu Impor, Investasi Sektor Baja di 2022 Dinilai Cerah

Mediaindonesia.com
03/2/2022 14:15
Meski Marak Isu Impor, Investasi Sektor Baja di 2022 Dinilai Cerah
Ilustrasi. Petugas beraktivitas di pabrik pembuatan baja Kawasan Industri Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (4/10/2019)(ANTARA/Fakhri Hermansyah)

EKONOM Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Surya Vandiantara menyebut bahwa kinerja investasi di sektor logam dan baja sangat menjanjikan meski masih dalam suasana pandemi covid-19.  Menurutnya, data positif investasi sektor baja juga menunjukan sebuah keberhasilan kebijakan  pengendalian impor dengan subtitusi impor terukur yang dilakukan oleh pemerintah.

Pernyataan Surya itu untuk menanggapi data IISIA, yang disampaikan Ketua Klaster Flat Product, Melati Sarnita, dalam acara diskusi virtual yang diadakan Hipmi pada Kamis (3/2). Data itu memang memperlihatkan investasi di sektor baja pada 2021 tercatat US$12 milyar, dan diperkirakan naik US$15,2 miliar atau Rp215 triliun.  

Baca juga: GRP Berharap Industri Baja Terlindungi dari Serbuan Impor

Surya menyebut bahwa dorongan investasi sektor baja didorong oleh demand baja nasional dan ekspor yang terus meningkat terutama di sektor baja hilir. Dari data  investasi di sektor logam dan baja tumbuh terus tiap tahunnya  yang pada 2020 sebesar Rp94,85 triliun dan 2021 mencapai di atas Rp114  triliun. Hal  itu memberikan konsekuensi pemenuhan bahan baku, namun yang disuplai dari industri hulu baja terutama baja carbon dari dalam negeri jauh dari harapan.

Oleh karena itu lanjut Surya,  untuk menjaga iklim investasi bahan baku ini harus dipenuhi dengan impor. "Pertumbuhan investasi di sektor baja sama sekali tidak terpengaruh dengan narasi banjir impor baja yang sering muncul entah apa motifnya perlu didalami," tegas Surya

Surya melanjutkan, persoalan kemajuan di hilir baja  memang lebih cepat ketimbang suplai dari hulu. Hal itu menjadi PR besar dalam mendukung investasi baja nasional. Di satu sisi pemerintah melakukan rem pada baja yang di lartas, sisi yang lain bahan baku yang diproses oleh industri hulu baja carbon terjadi  pengegasan impor bahan baku guna memenuhi kebutuhan industri baja hilir. Jadi rem dan gas ini tidak harmonis karena kekurangan kemampuan di industri hulu baja nasional," imbuh Surya.

Ia  melihat, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional memang harus dijaga suplai bahan baku baja.  Selama sektor baja ini masih surplus yang berasal dari baja stainless steel dalam neraca pembayaran masih baik meskipun industri hulu baja carbon masih terseok seok. Hal itu karena mereka belum mampu menghasilkan engineering steel, secara logic. Jadi tambahan investasi baru perlu impor bahan baku baja baru," pungkas Surya.

Pada kesempatan sama, pemerhati perumahan alumni Fakultas Teknik UI, Cindar Hari Prabowo menyampaikan data BPS tentang data Baja impor tanpa pengendalian pemerintah (tanpa lartas) seperti slab, bilet dan iron ore mengalami peningkatan dari tahun 2019 sebesar 4,7 juta ton menjadi 5,22 juta ton di 2021. Cindar mengartikan  investasi yang ada di sektor hulu baja karbon saat ini bahan bakunya juga dipenuhi dari impor bukan mengolah dari dalam negeri karena hambatan teknis dan ekonomis.

Dikatakannya bahwa baja yang dilakukan pengendalian pemerintah (dengan lartas) pada 2019 sebesar 7,89 juta ton berhasil dikendalikan sebesar 6,35 juta ton atau turun 19% meskipun industri baja dikatagorikan import processing industry. (RO/A-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Maulana
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik