Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
MENTERI PPN/Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan bahwa berdasarkan roadmap Indonesia menuju SDGs atau tujuan pembangunan berkelanjutan 2030, kebutuhan pendanaan untuk SDGs mencapai Rp67 ribu triliun dengan selisih atau gap kebutuhan pendanaan sekitar Rp14 ribu triliun yang masih harus dipenuhi.
Bahkan, menurutnya setelah adanya pandemi covid-19, kebutuhan pendanaan SDGs diperkirakan akan mengalami peningkatan yang cukup besar atau jika dilihat menggunakan benchmark pendanaan SDGs global akibat pandemi covid-19, terjadi peningkatan pembiayaan sekitar 70%.
Baca juga: Presiden Akui Produksi Jagung Nasional belum Cukup
"Dengan kebutuban dana yangg cukup besar itu, maka segala bentuk pendanaan kita upayakan agar cita-cita SDGs dunia dapat tercapai. Tentu saja akibat pandemi, upaya kita untuk mencapai SDGs tidak boleh mengendur dan komitmen pemerintah akan terus senantiasa untuk tidak mengubah target dan dengan segala upaya memenuhi target SDGs," ungkapnya dalam SDGs Annual Conference 2021 secara daring, Selasa (23/11).
Suharso menegaskan bahwa meningkatnya kebutuhan pendanaan pembangunan dan terbatasnya anggaran, membuat pemerintah harus melakilan terobosan untuk memenuhi pembiayaan ini dengan cara yang lebih efisien. Cara konvensional dikatakan bukanlah opsi, diperlukan upaya yang inovatif untuk pemenuhan pembiayaan SDGs dari berbagai pihak.
Maka dari itu, beberapa pencapaian positif dalam kerangka kemitraan khususnya untuk dukungan pendanaan melalui terobosan-terobosan baru untuk mengakselerasi pencapaian SDGs, salah satunya dengan keterlibatan lembaga legislatif dalam pelaksanaan SDGs.
Dalam hal ini, lembaga legislatif memiliki hak budget dan memiliki peran pengawasan terhadap pelaksanaan program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah termasuk di dalamnya alokasi anggaran untuk pelaksanaan SDGs.
"Melalui Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR telah diinisiasi Forum Parlemen Dunia untuk pembangunan berkelanjutan atau World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD) dan ini merupakan forum parleman pertama dan satu satunya di dunia yang berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan SDGs. Dukungan dan dorongan dari DPR jadi dalah satu upaya akselerasi pencapaiam target SDGs di Indonesia," kata Suharso.
Terobosan lainnya juga dilakukan dengan dukungan dari Kementerian Keuangan, dengan menghadirkan SDG Indonesia One yaitu sebuah platforn kerja sama pendanaan yang terintegrasi untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada pencapaian SDGs di Indonesia.
Dalam rangka mengurangi beban pembiayaan yang kian lebar, pemerintah juga telah meneribtkan surat utang negara yaitu SDGs Bond pada September 2021. Nilai yang diterbitkan mencapai Rp8,25 triliiun dengan masa tenor 12 tahun.
"Dana hasil SDGs bond akan digunakan untuk membiayai proyek yang masuk kualifikasi dalam pelaksanaan SDGs. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara dunia selain Meksiko dan Uzbekistan yang menerbitkan isu SDGs bond," tegas Suharso.
Selain itu, Suharso menambahkan bahwa terobosan lainnya ialah pemanfaatan dana filantropi di antaranya termasuk zakat untuk mendukung sasaran pencapaian SDGs. Baznas dan Filantropi Indonesia telah mendorong peran dana zakat dalam pemenuhan SDGs melalui platform zakat on SDGs sejak November 2016.
Tak berhenti di situ, Indonesia juga dikatakan telah menjadi salah satu leading example dalam pelaksanaan integrated national financing framework yang menawarkan pendekatan sistematis dan holistik dalam pembiayaan SDGs. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Bappenas serta PBB dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya.
"Kesadadaran semakin tinggi dan upaya untuk mempersempit pendanaan SDGs dunia menjadi fenomena penting yang perlu jadi perhatian kita semua," tuturnya.
Selain upaya di atas, Suharso juga menekankan bahwa Indonesia telah menerbitkan sukuk sebaga salah satu instrumen pembiayaan syariah, yakni dengan Sukuk Wakalah Global yang merupakan sukuk hijau pertama di Indonesia dan Asia. Menurutnya, penerbitan green bond merupakan salah satu komitmen Indonesia untuk mencapai target SDGs.
Dari berbagai terobosan di atas, diperkirakan Indonesia akan mendapatkan potensi pembiayaan yang banyak dari berbagai hal, di antaranya ialah potensi global finance sebesar US$ 379 triliun, potensi filantropi dari dana zakat Rp327 triliun per tahun, dana sosial kristiani Rp61 triliun per tahun, serta dari hindu, budha dan kong hu cu Rp1,5 triliun per tahun serta perusahaan Rp8,6 triliun per tahun. Potensi impact investmen dari 2019 sampai 2024 juga diakatakan akan mencapai US$ 22,91 miliar. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved