Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
PEMERINTAH Indonesia siap memperjuangkan dan melakukan upaya pembelaan terhadap gugatan Uni Eropa (UE) atas sengketa kebijakan terkait bahan mentah (DS 592).
Hal ini merespons langkah UE yang secara resmi untuk kedua kalinya meminta pembentukan panel sengketa DS 592 pada pertemuan reguler Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) – Badan Perdagangan Dunia (WTO) pada Senin (22/02).
Baca juga: Waspada Phishing, Jangan Asal Mengisi Form Elektronik
"Pemerintah Indonesia bersama seluruh pemangku kepentingan berkeyakinan, kebijakan dan langkah yang ditempuh Indonesia saat ini telah konsisten dengan prinsip dan aturan WTO,” jelas Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet dikutip pada Sabtu (27/2).
Lutfi menuturkan, meski menyesalkan tindakan dan langkah UE, proses sengketa di WTO dianggap suatu hal biasa bila terjadi persoalan di antara anggota WTO.
“Tindakan dan langkah yang dilakukan UE tentunya dapat menghalangi proses kemajuan Indonesia di masa yang akan datang. Namun, tindakan ini merupakan hal yang biasa dan wajar terjadi manakala terjadi persoalan di antara anggota WTO,” jelad Mendag.
Sebelumnya dilaporkan, UE telah menyoroti langkah dan kebijakan Indonesia di sektor minerba dan mengajukan secara resmi permintaan konsultasi kepada Indonesia di bawah mekanisme penyelesaian sengketa pada WTO di akhir November 2019.
Kemudian, proses konsultasi sebagai upaya untuk menyelesaikan persoalan antara Indonesia dan UE, telah dilaksanakan pada Januari 2021 di Sekretariat WTO di Jenewa
Dalam proses konsultasi ini, Pemerintah Indonesia dikatalan telah menerangkan pokok-pokok persoalan yang diangkat UE seperti pelarangan ekspor, persyaratan pemrosesan di dalam negeri, kewajiban pemenuhan pasar domestik (domestic market obligation), mekanisme dan persyaratan persetujuan ekspor dan pembebasan bea masuk bagi industri.
Indonesia disebut telah menolak permintaan tersebut pada pertemuan DSB WTO di Januari 2021 karena yakin bahwa kebijakannya telah sesuai dengan ketentuan WTO dan amanat konstitusi.
Namun, dalam pertemuan reguler DSB – WTO pada Senin (22/02/21), UE secara resmi untuk kedua kalinya meminta pembentukan panel sengketa DS 592. Gugatan UE akhirnya berkurang dengan hanya mencakup dua isu, yakni pelarangan ekspor nikel dan persyaratan pemrosesan dalam negeri.
UE tetap mengajukan pembentukan panel dengan alasan pihaknya melihat kebijakan Indonesia sebagai tindakan yang tidak sejalan dengan ketentuan WTO, merugikan kepentingan UE, serta dianggap memberikan disadvantages (kerugian) bagi industri domestiknya. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved