Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
PANDEMI Covid-19,berpotensi memunculkan krisis pangan baru yang berpengaruh terhadap ketahanan pangan suatu negara. Namun anggota Komisi IV DPR RI, Panggah Susanto, mengakubelum melihat akan terjadi krisis di bidang pangan.
Namun dia tidak menampik terjadinya penurunan tajam, harga sejumlah komoditi pangan di beberapa daerah di Indonesia. Seperti di sejumlah daerah di Jawa Tengah, seperti Pekalongan, Temanggung, Pemalang, hingga Purworejo. Komoditas yang dimaksuk Panggah seperti singkong (ketele) dan kopi.
Panggah menilai, penurunan harga tersebut lebih banyak disebabkan turunnya daya beli. Meski perlu dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut.
"Ada dugaan kuat, turunnya harga komoditi ini berkorelasi dengan daya beli masyarakat yang turun. Sebab apabila daya beli konsumen mengalami penurunan, akan berdampak secara luas,“ papar Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Tengah itu dalam keterangan tertulisnya.
Panggah menilai, pemerintah sudah tepat mengeluarkan berbagai kebijakan dalam bentuk bantuan sosial dan bantuan tunai. Tujuannya untuk mengatasi ketahanan pangan di dalam negeri. Namun perlu dimonitor juga untuk mengetahui, apakah bantuan pemerintah tersebut sudah optimal, demikian juga menyangkut efektivitas bantuannya.
Secara terpisah anggota Komisi IV (Fraksi Partai Gerindra) DPR-RI Endang Setyawati Thohari mengharapkan, pemerintah hadir di masa pandemi saat ini, khususnya dalam menyerap kelebihan produksi para petani, yang tidak mampu terserap oleh pasar, baik akibat diberlakukannya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) ataupun sebagai dampak langsung karena pandemi, sehingga hampir semua sektor usaha terkena dampaknya.
Endang mengakui saat ini yang terjadi bukan krisis pangan, namun pihaknya mengharapkan pemerintah baik Kementerian Pertanian dan juga Kementerian Perdagangan lebih banyak lagi memperhatikan kondisi para petani, mengingat pertumbuhan ekonomi saat ini salah satunya bertopang dari sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mencapai 2,15% (triwulan III tahun 2020, sumber BPS).
“Melihat kondisi ini sebaiknya pemerintah segera bertindak cepat, sebab di masa pandemi ini, para petani yang tidak pernah mengenal masa libur berproduksi, saat ini termasuk salah satu pihak yang dirugikan karena sayur-sayuran seperti tomat, daun kemangi dan pokcay tidak terserap oleh pasar," ujarnya.
Baca juga : Jaga Ketahanan Pangan Lewat Maksmalisasi Suplai Domestik
Seharusnya pemerintah memberlakukan juga refocusing anggaran dalam sistem produksi tanaman pangan, penerapan teknologi pasca panen, khususnya saat pemasaran terhambat saat ini. Akibat tidak adanya lagi acara perhelatan, sejumlah produk sayuran, termasuk juga aneka bunga potong untuk hiasan mengalami kerugian, akibat produksi mereka tidak terserap pasar.
Ia menilai pemerintah, perlu mengubah realokasi anggaran, dari anggaran rutin yang mungkin tidak optimal, diubah alokasinya kepada subsidi angkutan produk-produk pertanian sebagai solusi. Misalnya untuk menampung bunga-bunga hiasan yang tidak terdistribusi di dalam negeri, menjadi berorientasi ekspor.
Atau solusi di dalam negeri, pemerintah menggunakan anggarannya untuk mensubsidi produk para petani, mengingat di dalam negeri saja, para petani belum seluruhnya dapat menggunakan Kartu Tani untuk membeli pupuk bersubsidi.
"Tujuan kami adalah agar produk pertanian dapat dipasarkan sesuai peruntukannya, jika tidak tersalur, pemerintah diharapkan mampu bertindak cepat menjadikannya sebagai lembaga penyangga, mengingat banyak produk pertanian yang sifatnya cepat rusak," ujarnya.
Di masa pandemi yang sudah berlangsung selama 9 bulan di Indonesia, masalah yang dihadapi di bidang pangan khususnya produk-produk pertanian adalah produk hortikultura dan produk peternakan.
Berdasarkan data statistik, sub sektor hortikultura dan peternakan berkontribusi menyumbang deflasi selama periode Juli sampai Oktober 2020. Kondisi tersebut menandakan betapa berat kondisi di dua sektor itu di sektor hulu yakni di tingkat petani dan peternak.
Berdasar data BPS, kendati ada komoditi yang harganya naik antara lain seperti cabai merah, bawang merah, dan minyak goreng, tetapi sejumlah komoditas lain seperti telur ayam ras, daging ayam ras, tomat, apel, dan pepaya, termasuk dalam kelompok komoditas yang mengalami penurunan harga.
Selama beberapa bulan terakhir, produk-produk hortikultura seperti sayuran dan komponen bumbu-bumbu dapur jatuh harganya. Para petani membiarkan produknya membusuk, karena biaya produksi tidak seimbang dengan harga jualnya. (RO/OL-7)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved