Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
RUU Cipta Kerja telah disahkan. Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan melihat sejauh ini respons pasar cukup positif terlihat dari nilai tukar rupiah yang menguat.
"Dalam pandangan kami UU Cipta Kerja ini berpotensi menimbulkan sentimen positif bagi dunia usaha," kata Katarina, Rabu (21/10).
Baca juga: Faktor Eksternal Pengaruhi Rupiah Menguat
Tujuan utama dari UU ini adalah untuk meningkatkan iklim usaha di Indonesia sehingga dapat menarik investasi ke dalam negeri, terutama di tengah tren relokasi pabrik dari Tiongkok ke negara Asia lain.
Tentunya UU Cipta Kerja harus diikuti dengan peraturan lanjutan dan eksekusi yang efektif. Tidak hanya bagi sektor riil, UU Cipta Kerja juga dapat menciptakan sentimen positif secara jangka panjang bagi pasar finansial Indonesia.
"Pasar saham dapat diuntungkan oleh prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik, nilai tukar rupiah dapat lebih stabil didukung oleh potensi foreign inflow atau masuknya aliran dana asing di sektor riil yang meningkatkan devisa, dan pasar obligasi juga diuntungkan dari kondisi stabilitas moneter yang lebih baik," kata Katarina.
Secara jangka pendek memang ada beberapa faktor yang membebani sentimen pasar seperti Pilpres dan negosiasi stimulus fiskal AS, serta meningkatnya kasus Covid-19 global.
Di pasar domestik pun ada faktor ketidakpastian terkait kebijakan burden sharing Bank Indonesia dan wacana pembentukan Dewan Moneter.
"Terlepas dari sentimen jangka pendek tersebut, dalam pandangan kami pasar saham dan obligasi masih memiliki potensi ke depannya didukung oleh kebijakan reflasi global," kata Katarina.
Reflasi adalah kebijakan untuk menstimulasi ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter akomodatif yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi, mendorong belanja, dan mencegah deflasi.
Ini merupakan kebijakan pro-ekonomi yang berpotensi menekan tingkat suku bunga dan meningkatkan selera investasi terhadap aset berisiko, termasuk pasar saham dan obligasi negara berkembang.
Selain itu penanganan Covid-19 juga tetap menjadi kunci pemulihan ekonomi. Positifnya adalah pengembangan vaksin Covid-19 terus berlanjut, dan saat ini sudah ada 10 vaksin yang berada pada tahap uji klinis fase ketiga yang merupakan fase terakhir sebelum approval dan produksi.
Walau di kuartal III pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih negatif, dia melihat adanya perbaikan dibanding kuartal II yang pertumbuhannya minus 5,32%.
Di kuartal IV, diprediksi tren pemulihan ini masih berpotensi terjadi, didukung oleh akselerasi penyerapan anggaran penanganan pandemi Covid-19.
Per akhir September pemerintah sudah mencairkan 43% dari total anggaran stimulus, naik pesat dari 31% di akhir Agustus. Dalam pandangan manajer investasi, distribusi stimulus akan semakin dipercepat di kuartal IV, terutama untuk anggaran pembiayaan korporasi yang diharapkan dapat mulai dicairkan di bulan Oktober.
"Namun perlu diingat bahwa kondisi pandemi sangat sulit untuk diprediksi. Mitigasi penyebaran Covid-19 harus tetap menjadi prioritas, karena jika kasus Covid-19 terus meningkat, hal tersebut menimbulkan risiko harus diterapkannya kembali PSBB ketat, yang dapat berdampak negatif pada proses pemulihan ekonomi," kata Katarina.
Di tengah kondisi pandemi saat ini tentunya banyak ketidakpastian yang dapat meningkatkan volatilitas pasar finansial. Dia menyarankan investor untuk meninjau kembali alokasi portofolio, dan pastikan alokasinya tetap sesuai dengan tujuan investasi dan profil risiko masing-masing.
Baca juga: UU Cipta Kerja Sederhanakan Regulasi yang Mempersulit Sektor Ritel
Volatilitas tinggi di pasar dapat membuat alokasi portofolio anda tidak sesuai dengan aset alokasi awal yang anda tetapkan, kondisi ini dapat mengubah profil portofolio.
"Lakukan rebalancing, agar alokasi portfolio tetap sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan. Bagi investor jangka panjang dengan profil agresif, kondisi saat ini juga dapat menjadi peluang untuk average down investasi, atau mulai berinvestasi di tengah harga pasar yang masih menarik," kata Katarina. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved