Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Penurunan BI Rate tidak Langsung Turunkan Suku Bunga Bank

Irene Harty
18/3/2016 14:38
Penurunan BI Rate tidak Langsung Turunkan Suku Bunga Bank
(Antara)

PENURUNAN suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 6,75% dari sebelumnya 7% tidak serta merta diikuti oleh penyesuaian suku bunga di sektor perbankan.

"Respon bank lambat karena bank itu cost of fund campur-campur dan mereka itu mengacu ke lending facility BI atau SBI (Sertifikat BI) itu sendiri sebesar 7,25%. Otomotis mereka mengacu ke sana semua," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi Sukamdani kepada Media Indonesia di Jakarta, Jumat (18/3).

Dengan masih adanya instrumen SBI, maka imbal hasil ke bank masih akan ada di samping SUN (Surat Utang Negara) yang juga memiliki instrumen yang sama. Bagi Hariyadi itu dapat membentuk harga di masyarakat atau benchmark yang menyebabkan cost of fund jadi mahal.

"Jadi instrumen Bank Indonesia itu harus diubah, SBI itu enggak perlu harus ada," lanjutnya.

Kebijakan BI untuk memberikan imbal hasil jualan SBI moneter masih dinilai kontraktif bukan ekspansif karena semestinya BI membeli instrumen pasar berharga. Suku bunga SBI yang menjadi benchmark itu dikatakan Hariyadi mengakibatkan likuiditas kering. Seluruh dana diletakkan di Bank Indonesia dan SUN.

Hariyadi mengatakan dari Dana Pihak Ketiga yang sudah terkumpul Rp4.400 triliun sebanyak 85% lebih sudah sampai sektor riil atau sejumlah kurang lebih Rp3.600 triliun. Hal itu menyebabkan Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan mencapai 90% atau berarti likuiditas ketat.

Meskipun ada anggapan yang meminta untuk berhati-hati dengan pihak asing yang menguasai obligasi negara 40% dan capital market 60%, baginya jika ekonomi nasional tidak bergerak maka pihak asing juga urung masuk ke Indonesia. Dengan tidak adanya SBI maka surat-surat berharga dapat dibeli oleh perbankan atau masyarakat dengan suku bunga realistis.

"Duit itu enggak mutar di sektor riil. Saat ini indikasi uang beredar (M2) terhadap PDB hanya 40% padahal teorinya M2 atau uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing) dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun minimal sama atau lebih besar dari 100% atau Produk Domestik Bruto," jelasnya. Jika tetap seperti saat ini maka sektor riil tidak akan menggerakkan ekonomi.

BI juga semestinya tidak mengikuti tren The Fed Fund Rate untuk menentukan sikap. Beberapa bank sentral di kawasan yang sama sudah melakukan kebijakan ekspansif yakni menambah pasokan uang ke perbankan sehingga jumlah uang beredar bisa meningkat sedangkan bank sentral bertugas membeli surat utang yang dijual bank-bank.

"Harusnya kita lebih bagus dari ini karena momentumnya sekarang, FFR tidak naik, dari segi inflasi terkendali, nilai tukar otomatis mulai menguat, sounds positif pemerintah serius keluarkan paket," papar Hariyadi. Dia menegaskan SBI perlu ditinjau kembali dengan penurunan secara bertahap sampai fasilitas itu tidak diperlukan. (X-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Victor Nababan
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik