Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
BANK Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di angka 5,1 persen selama 2016. Belanja pemerintah untuk infrastruktur masih berperan sebagai lokomotif pendorong pertumbuhan.
Kepala Ekonom Bank Dunia Ndiame Diop menyebutkan Indonesia perlu mewaspadai sejumlah faktor yang menghambat pertumbuhan. Salah satunya lantaran masih minimnya pertumbuhan investasi swasta.
Menurut Ndiame, Indonesia perlu konsisten menjalankan ekspansi fiskal untuk melawan kecenderungan perlambatan dunia. Tapi, ekspansi fiskal saja belum cukup untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke atas level lima persen. Sehingga pemerintah perlu berfokus menggenjot investasi sektor swasta pada tahun ini.
“Pertumbuhan yang lebih baik membutuhkan peran investasi swasta yang kuat dan reformasi kebijakan yang komprehensif untuk menggenjot iklim usaha,” ujar Ndiame saat menyampaikan laporan Bank Dunia bertajuk Indonesia Economic Quarterly (IEQ) di Jakarta, Selasa (15/3).
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves menekankan investasi pemerintah bertumbuh sebesar 42 persen pada tahun lalu. Sebaliknya, penanaman modal swasta masih mengalami stagnasi karena belum menunjukan pertumbuhan yang cukup signifikan.
“Lebih banyak investasi sektor swasta diperlukan, mengingat hambatan yang dihadapi pendapatan negara akibat penurunan pendapatan minyak dan gas yang pada tahun 2015 hanya 1,2 persen dari PDB dibandingkan 3,4 persen pada 2012,” ujar Rodrigo.
Bank Dunia memperkirakan tingkat konsumsi masyarakat akan terus bertumbuh, tapi belum memungkinkan menjadi pendorong utama pertumbuhan 2016. Sebab pemerintah masih harus berjibaku menekan inflasi bahan pangan ke angka terendah untuk menggenjot daya beli.
Dari sisi kinerja perdagangan, Bank Dunia menilai ekspor Indonesia masih akan melanjutkan tren penurunan seiring anjloknya harga komoditas. Pendapatan dari ekspor Indonesia tercatat mengalami penurunan 14,4 persen selama 2015. Harga komoditas dan permintaan impor dunia berpeluang terus jatuh lebih lebih dalam pada tahun ini.
Selain itu, faktor pelemahan global diperkirakan masih berlanjut pada tahun ini. Faktor eksternal tersebut juga akan memperlambat realisasi penerimaan pemerintah. Imbasnya usaha pemerintah dalam menggenjot belanja infrastruktur juga dapat terhambat.
“Pendapatan akan lebih rendah dari sasaran APBN 2016. Menjaga belanja modal akan memerlukan defisit fiskal di atas 2,8 persen dari PDB serta perlu memangkas belanja yang bukan prioritas,” ujar dia.
Maka, Bank Dunia menyarankan pemerintah untuk melebarkan target defisit anggaran untuk menjaga kapasitas belanja modal. Di samping itu pemotongan alokasi belanja non prioritas juga menjadi opsi yang perlu diambil pemerintah.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved