Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Harga Turun pun, Bawang Putih Disorot Publik

Haufan Hasyim Salengke
09/7/2020 18:10
Harga Turun pun, Bawang Putih Disorot Publik
Harga bawang putih kembali turun setelah pemerintah menerapkan relaksasi impor.(Antara)

PASKA gejolak harga bawang putih mereda dan kembali normal sebagai dampak kebijakan relaksasi impor. Kini isu bawang putih kembali disorot publik.

Pasalnya Dirjen Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto,  mempersoalkan ada 34 perusahaan yang melakukan impor bawang putih tanpa Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang menjadi kewenangan Dirjen Hortikultura.

Dihadapan Komisi IV DPR RI, Prihasto menyampaikan akan melaporkan ke-34 perusahaan tersebut ke Satgas Pangan karena telah melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Hortikultura.

Menanggapi pelaporan tersebut,  Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Nusantara (PPBN),  Mulyadi, menjelaskan tidak ada yang dilanggar oleh pengusaha dalam mengimpor bawang putih selama periode relaksasi.

"Pengusaha berpegang pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27 Tahun 2020 Tentang Relaksasi Impor. Permendag tersebut lahir karena perintah Presiden dan hasil Rakortas Kemenko Perekonomian yang merespon harga bawang putih dan bombay melonjak tinggi di tengah pandemi korona," jelas Mulyadi kepada wartawan, di Jakarta, Kamis (9/7).

Harga bawang putih saat itu, sambung Mulyadi, mencapai Rp80.000 per kg dan bombay sampai Rp120.000 per kg. Padahal harga normalnya di pasar cuma Rp20.000 per kg. "Apakah impor bawang putih tanpa RIPH itu illegal?  Jelas tidak, karena semua impor bawang putih melalui karantina," tegasnya.

Mulyadi mengatakan, sesuai Rapat Koordinasi Teknis di Kemenko Perekonomian yang dihadiri Kemendag, Kementan dan Satgas Pangan. Badan Karantina sesuai tugas dan fungsinya ditunjuk untuk memeriksa dokumen dan kesehatan atas importasi bawang putih dan bombay, serta diizinkan mencatat ada atau tidak/ belum ada RIPH.

"Jika impor bawang putih dan bombay melalui kebijakan relaksasi impor tersebut berhasil menurunkan harga di masayarakat, mengapa harus diributkan persoalan impor tanpa RIPH?" tambahnya.

Menurut Mulyadi,  harusnya yang dipersoalkan dan dituntut oleh Dirjen Hortikultura adalah perusahaan-perusahaan yang telah mendapat RIPH tetapi tidak melakukan impor. Padahal saat itu perintah Presiden Jokowi tegas pangan harus cukup dan harga tidak boleh tinggi. Karena itu solusinya adalah pembebasan izin impor agar tidak ada hambatan peraturan dan birokrasi.

"Pertanyaanya,  kenapa yang sudah dikeluarkan RIPH yang menurut Dirjen Hortikultura sudah cukup sampai akhir tahun tetapi sebagian besar tidak mau impor? Dan kenapa tidak ada sangsi tegas dari Dirjen Hortikultura untuk mencabut RIPH yang sudah diberikan?  Apakah karena harga bawang putih sudah kembali murah,  mereka tidak mau impor karena tidak untung?" ungkap Mulyadi.

Tak hanya itu, kata Mulyadi, sebenarnya  produk bawang putih impor sudah memenuhi standar mutu dan keamanan pangan walapun tanpa rekomendasi tersebut, karena sudah dilakukan pemeriksaan standar mutu dan keamanan pangan oleh Badan Karantina Pertanian ketika masuk wilayah Indonesia.

"Apabila standar mutu dan keamanan pangan diragukan karena importir tidak menyerahkan Good Agriculture Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP) saat melakukan importasi bawang putih, PPBN sanggup mendorong pelaku usaha yang bernaung di organisasi PPBN menyerahkan GAP dan GHP tersebut kepada pihak yang berwenang, bila polemik ini terus terjadi," katanya

Bahakan, lanjut Mulyadi, pihaknya juga menuntut Dirjen Hortikultura membuka secara transparan GAP dan GHP para pelaku importasi bawang putih yang menggunakan rekomendasi tersebut. (OL-13)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Muhamad Fauzi
Berita Lainnya