Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Asian Agri Terapkan Protokol Kesehatan untuk Pengelolaan Sawit

MI
26/6/2020 00:35
Asian Agri Terapkan Protokol Kesehatan untuk Pengelolaan Sawit
Dua petani swadaya mitra Asian Agri menerima sertifikat pada pertemuan tahaunan RSPO di Bangkok(Dok. Asian Agri  )

KELANGSUNGAN  operasional di perkebunan dan pabrik sawit Asian Agri serta petani mitranya tetap menjadi fokus perusahaan di tengah pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak paruh pertama tahun ini.

Penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 secara menyeluruh di semua wilayah operasional Asian Agri guna memastikan pengelolaan sawit berkelanjutan bisa berjalan dengan lancar dan mengupayakan lingkungan kerja serta masyarakat di
sekitar Asian Agri terjaga dari paparan virus yang membahayakan ini.

Director Sustainability & Stakeholder Relations Asian Agri, Bernard Riedo, mengatakan bahwa sikap optimisme pelaku usaha di bidang kelapa sawit menjadi kunci untuk meningkatkan kinerja industri ini. Seiring dengan penerapan kenormalan baru (new normal), Asian Agri yang beroperasi di Provinsi Sumatera Utara, Riau dan Jambi ini tetap melanjutkan komitmen keberlanjutannya. “Kami beroperasi, baik perkebunan dan pabrik CPO, dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai kebijakan pemerintah. 

Memasuki kenormalan baru, kami berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk terus mewujudkan komitmen keberlanjutan yang mencakup aspek lingkungan, masyarakat dan perusahaan tanpa mengorbankan para pemangku kepentingan di industri kelapa sawit.

Situasi yang dialami industri kelapa sawit di tahun 2019 pun berdampak pada kinerja komoditas unggulan Indonesia di tahun 2020 ini, ditambah akibat dampak pandemi Covid-19 di tahun ini yang memengaruhi dinamika perdagangan sawit dunia. Menurut Ekonom Senior INDEF Dr. Fadhil Hasan, industri kelapa sawit saat ini memang mengalami perlambatan.

Namun, fenomena tersebut bukan semata karena ada pandemi Covid-19. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab sehingga perkembangan industri sawit yang belum berjalan baik. Pertama, kekeringan yang cukup lama pada 2019 akibat fenomena El Nino berpengaruh pada rendahnya kualitas buat sawit. Sehingga, panen akhirnya kurang baik sehingga mengurangi produktivitas sawit.

Faktor kedua, harga komoditas sawit yang masih rendah pada 2019. Akibatnya, para petani atau sejumlah perusahaan melakukan berbagai efisiensi. “Bagi perusahaan langkah efisiensi tersebut dilakukan dalam rangka menjaga agar tetap bisa beroperasi,” jelas Fadhil.

Dua faktor di atas, lanjut Fadhil, membuat industri sawit mengalami perlambatan. Namun, sejak pandemi Covid-19, produksi sawit tidak terganggu.

Menanggapi hal tersebut, Bernard menjelaskan bahwa di tahun 2019 pencapaian program keberlanjutan Asian Agri di antaranya, 100% sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil); 100% petani plasma mitra Asian Agri mempertahankan sertifikat RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). 

“Pada 2019 kemarin juga ada dua KUD/Asosiasi Petani swadaya di Jambi memperoleh sertifikat RSPO, sehingga saat ini terdapat empat KUD/asosiasi petani swadaya RSPO, seluas lebih dari 2.000 hektar; dan Asian Agri mencapai 100% traceability atau ketertelusuran. Kami bekerja sama dengan lembaga independen untuk memutakhirkan sistem ketertelusuran tersebut,” kata Bernard.

Pada akhir 2019, lanjutnya, Asian Agri juga melampaui target pencapaian program Komitmen Kemitraan ‘One to One’ atau Kemitraan Satu Banding Satu. Program ini mewujudkan pengelolaan kebun kelapa sawit petani mitra yang luasnya sama dengan kebun inti milik perusahaan.

“Jumlah luas lahan inti perusahaan 100.000 hektar dan hingga akhir 2019 tercatat luas lahan petani mitra Asian Agri baik plasma dan swadaya mencapai lebih dari 101.000 hektar,” katanya.

Pada fase penerapan kenormalan baru telah membuat masyarakat dan perusahaan untuk beradaptasi dengan pola kegiatan yang mengacu pada protokol kesehatan sekaligus mengadopsi ketersediaan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari.

Menyiasati masa pandemi yang masih berlangsung, Asian Agri tetap beroperasi dengan menerapkan protokol Covid-19, baik di kantor maupun perkebunan. Namun, ada beberapa kebijakan baru yang diterapkan mulai dari koordinasi yang dilakukan melalui online meeting, remote audit, serta penggunaan teknologi digital untuk memantau dan laporan.

Bahkan, Asian Agri bersama Apical tetap menjajaki pasar baru/potensial. Saat ini ada permintaan oleh beberapa negara tujuan ekspor antara lain RSPO, ISCC, GMP+, dimana Asian Agri dapat memenuhi persyaratan tersebut. Selain itu, Asian Agri mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia.

Menyambut era new normal, Asian Agri juga sudah siap dengan berbagai protokol baru yang dilaksanakan dengan ketat. Perusahaan tetap mewajibkan memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga kebersihan area kerja dan melakukan penyemprotan disinfektan berkala serta menjaga jarak.

“Yang terus kami tegaskan ketika mengadopsi pola kehidupan dan bekerja dalam kenormalan baru yakni para pekebun dan karyawan pabrik menerapkan protokol pencegahan Covid-19, guna memastikan pengelolaan kebun berkelanjutan, tidak terkendala dan mencapai target
produksi secara optimal,” kata Bernard.


Lakukan Efisiensi

Ekonom Fadhil Hasan mengungkapkan meski mengalami sejumlah kendala, industri sawit tetap bisa beroperasi cukup baik hingga saat ini.

“Selama pandemi hingga sekarang ini, kegiatan produksi on farm dan off farm berjalan normal. Ada pengaruhnya iya, tapi tidak signifikan," kata Fadhil.

Alasannya, industri minyak sawit di Indonesia termasuk dalam kategori essential economic activities. Sehingga, meski dalam masa pandemi, masih terus dibutuhkan masyarakat. Selain produksi berjalan relatif normal, ekspor sawit ke sejumlah pasar tradisional juga berjalan cukup baik, meskipun terjadi penurunan permintaan sawit di beberapa negara, yakni China, India dan Pakistan.

“Pengurangan permintaan dari China disebabkan karena negara itu menerapkan karantina wilayah sehingga sulit mendapatkan akses pelabuhan. Sedangkan terhadap India dan Pakistan lebih disebabkan karena harga minyak sawit tidak kompetitif. India juga menerapkan aturan impor baru yang menghambat ekspor minyak sawit,” jelasnya.

Selain itu, Fadhil sangat mengapresiasi pemerintah terkait dukungan dan komitmennya terhadap kebijakan B-30. Manurut Fadhil, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk menyelamatkan program B-30, yakni dengan meningkatkan pungutan menjadi US$55 dari US$50 sebelumnya. 

“Komitmen pemerintah terhadap program B-30 Ini telah menyelamatkan industri sawit. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan anggaran negara sebesar Rp2,87 triliun untuk program peningkatan produktivitas sawit termasuk peremajaan sawit rakyat,” ungkapnya.

Fadhil memperkirakan produksi sawit pada 2020 sebesar 43,7 juta ton. Sedangkan ekspor minyak sawit (CPO) akan mencapai 27,5 juta ton pada 2020. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan produksi dan ekspor pada 2019 yang masingmasing sebesar 45,5 juta ton dan 28,5 juta ton.

“Untuk ke depan, diperlukan koordinasi antar pemangku kepentingan untuk mencari solusi dalam menjaga kelangsungan industri sawit,” ujar Fadhil. (Gan/S1-25)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik