Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
SEJUMLAH negara di dunia kini menerapkan suku bunga negatif untuk menghindari perlambatan dan mendorong investasi.
Secara teori, hal itu sebetulnya merupakan anomali.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, kebijakan negative interest rate sebenarnya tidak ada dalam text book mana pun.
Akan tetapi, itu malah dijadikan senjata oleh Amerika Serikat untuk keluar dari krisis.
"Eropa pun melakukan hal yang sama dan dampaknya (perekonomian) dunia jadi melambat," ungkap Darmin seusai diskusi panel forum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia di Jakarta, Rabu (02/03).
Anomali itu diperkirakan akan membuat sejumlah negara berkembang menerima tumpahan arus modal asing dalam jumlah masif, termasuk Indonesia.
Pasar saham dan obligasi dalam negeri pun rentan menerima hot money atau arus modal asing jangka pendek.
"(Ini harus dijaga) jangan juga terlalu banyak arus dana yang berasal dari luar," tukas Darmin.
Dalam situasi itu, Darmin menilai pemerintah perlu menjamin berbagai investasi yang masuk bertahan di dalam negeri dalam jangka panjang.
"Jadi harus kita bedakan antara foreign direct investment (FDI) dan portofolio. Kalau yang FDI kita enggak usah khawatir, dananya enggak bisa dibawa pulang, tapi kalau yang ada di pasar modal itu selalu bisa dibawa pulang."
Untuk itu, pemerintah bersama dengan otoritas moneter mengupayakan tingkat bunga tetap menarik pada tingkat tertentu.
"Bagaimanapun juga, saat ini sudah mulai berjalan upaya menurunkan tingkat bunga sehingga kredit meningkat," ujar Darmin.
Pada sisi yang sama, kalangan pelaku pasar modal optimistis tren pemulihan ekonomi di Indonesia saat ini dapat dijadikan momentum untuk berinvestasi di instrumen saham lebih agresif.
"Salah satu indikator yang diperhatikan pasar ialah inflasi. Tren inflasi Indonesia terus menurun. Ke depannya, laju inflasi akan jauh lebih rendah," ujar Head of Equity Research CIMB Securities Indonesia Erwan Teguh di Jakarta, Rabu (02/03).
Ia menambahkan perbaikan ekonomi nasional juga ditandai dengan tren kinerja neraca perdagangan yang surplus.
Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan kinerja neraca perdagangan tetap positif sehingga mendukung transaksi berjalan yang pada triwulan IV-2015 defisit 2,39% dari PDB.
"Neraca transaksi berjalan defisit karena ada peningkatan impor seiring program infrastruktur. Namun, hal itu akan diimbangi dengan masuknya FDI," seru Erwan.
Perbaiki iklim
Menko Darmin menambahkan pemerintah akan menonjolkan investasi di infrastruktur untuk bisa mengundang investasi di sektor lain, seperti industri dan pariwisata.
Pemerintah disebutnya telah berupaya memperbaiki iklim berusaha dengan menerbitkan paket kebijakan.
Perbaikan aturan itu merupakan rencana jangka panjang pemerintah agar investor mau menanamkan modal di Indonesia, terutama dalam sektor industri manufaktur yang bisa membantu kinerja ekspor.
"Maka perlu penyederhanaan perizinan dan perdagangan sebagai upaya agar ekspor bisa berjalan dan kita tidak terseret perlambatan ekonomi dunia," ujar Darmin.
Dengan demikian, pemerintah bisa berharap kondisi perekonomian nasional akan membaik mulai 2016 dan tumbuh sesuai proyeksi 5,3% meski kondisi global seperti di Tiongkok, Uni Eropa, ataupun Jepang sedang dilanda kelesuan. (Fat/Ant/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved