Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PASCA-Pemilihan Umum 2019 kemarin, industri properti mulai menggeliat kembali. Saat ini, segmentasi pasar yang perlu lebih serius digarap ialah milenial. Mengingat Indonesia akan memasuki bonus demografi, potensi segmen ini sebagai konsumen properti masa depan sangat besar.
Pengamat strategi dan korporasi dari Universitas Bina Nusantara, Asnan Furinto, mengatakan, generasi milenial perlu diedukasi mengenai pentingnya memiliki dan berinvestasi pada properti. Pengembang perlu memahami kebutuhan milenial yang berbeda dengan generasi sebelumnya dalam hal pembelian properti.
"Mereka tidak terlalu butuh hunian yang luas, yang penting fasilitas-fasilitasnya lengkap. Kalau ada tamu, tinggal diajak ke food court atau kafe yang berdekatan dengan lokasi hunian. Jika mau makan, tinggal menggunakan aplikasi. Jadi harga unit rumahnya bisa ditekan agar bisa dibeli oleh milenial yang belum terlalu mapan, dan ini butuh strategi komunikasi tersendiri," tuturnya di Jakarta, Sabtu (31/8).
Untuk menyasar segmen ini, pengembang harus selalu up to date untuk mengetahui proyek-proyek seperti apa yang sedang menjadi topik hangat di media sosial karena bisa mendapatkan consumer insight secara langsung.
"Pebisnis properti, termasuk juga perbankan yang menawarkan KPR, tidak bisa melepaskan diri dari teknologi digital untuk kampanye pemasaran mereka. Para agen harus akrab dengan teknologi agar bisa mengombinasikan antara penjualan online dan offline," tegas dosen program Doctor of Research in Management (DRM) ini.
Baca juga: Transformasi ASABRI Buahkan Prestasi Terpopuler di Media Online 2
Senada dengan itu, Angela Oetama, Co-Founder penyedia platform peer to peer lending (P2P) khusus properti, Gradana, sepakat bahwa pengembang haruslah mulai membidik pangsa pasar milenial sebagai konsumen mereka. Meski demikian, bagi mereka yang belum sanggup membeli properti, menyewa merupakan salah satu solusinya.
"Gaya hidup kaum milenial adalah memilih untuk menyewa tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja. Ini lebih efisien jika dibandingkan dengan membeli properti yang terjangkau secara harga namun lokasinya jauh dari tempat beraktivitas," ungkapnya.
Angela menambahkan, banyak waktu terbuang karena harus menempuh 2 hingga 3 jam perjalanan ke tempat kerja. Bagi mereka, waktu adalah ultimate currency yang sangat berharga dan tidak boleh terbuang di jalan.
"Kami sendiri memiliki fitur GraSewa sebagai solusi untuk pekerja milenial yang ingin tinggal dekat dengan kantor. Prinsipnya, kami memberikan talangan sewa tahunan kepada pemilik properti, calon penyewa kemudian bisa membayar secara bulanan kepada Gradana."
Diakui Angela, berbeda dengan Singapura dan Malaysia yang menerapkan kebijakan pembayaran bulanan, market practice di Indonesia mengharuskan penyewa membayar satu tahun di depan. Hal ini memberatkan konsumen mengingat kebanyakan orang menerima penghasilan dalam bentuk gaji bulanan.
"Mungkin alasan pemilik properti karena mereka tidak mengenal siapa calon penyewanya. Apalagi tidak punya sistem social security number yang terbuka untuk umum dan bisa membaca jejak credit history penyewa dan identitas seseorang secara jelas. Nah, GraSewa adalah solusi untuk mengatasi tantangan tersebut," pungkasnya. (RO/OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved