Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Realisasi Program Air Bersih Butuh Kerja Sama Swasta

MI
14/3/2019 10:30
Realisasi Program Air Bersih Butuh Kerja Sama Swasta
(ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) menilai peran serta pihak swasta sangat krusial dalam partisipasi penyediaan program air bersih. Nilai proyek pembangunan program air bersih yang sangat tinggi menjadi alasan utama pemerintah memilih menjalin kerja sama dengan swasta.

"Kebutuhan untuk pembiayaan tidak sedikit dan lebih baik di-KPBU-kan. Dengan kerja sama pemerintah dan badan usaha akan lebih cepat, lebih banyak yang mengawasi dan lebih save," kata Menteri PU-Pera Basuki Hadimuljono di sela peninjauan proyek tol Aceh-Sigli, Senin (11/3) sore.

Proyek penyedian air bersih merupakan salah satu prog-ram Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang belum dapat memenuhi target hingga 2019 berakhir. Saat ini proyek air bersih nasional baru mencapai angka 76% dari target yang dicanangkan pemerintah.

Selain proyek air bersih, ada tiga program RPJMN lain yang targetnya sulit tercapai. Tiga program tersebut ialah proyek pengendalian banjir, sanitasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), dan penyediaan hunian layak.

Kendati demikian, Basuki menilai hal itu bukan bentuk kegagalan pemerintah, melainkan program yang perlu diperhatikan tahun depan.

Baca juga: Kementerian PUPR Mulai Bangun Rusun Khusus Paspampres

Soal penyediaan air bersih, peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI Ainul Huda mengatakan pengelolaannya harus dilihat seperti dalam penyediaan listrik atau pengelolaan sumber daya alam lainnya yang telah dilakukan selama ini. Ada kontrol negara dan peran swasta yang dilibatkan.

Menurutnya, akan sangat rugi bagi pemerintah apabila mengeluarkan partisipasi swasta dalam penyediaan air bersih. Apalagi selama ini kontrol pengelolaan air baku masih dalam tangan pemerintah dan penetapan tarif juga dilakukan gubernur atau kepala daerah sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat.

"Kalau misalnya ada salah satu pihak yang dirugikan dalam kerja sama, ini lebih kepada soal business to business dan terbuka untuk dinegosiasi ulang," kata Ainul.

Masalah negosiasi ulang pernah dilakukan dalam kasus PAM Jaya dan PT Aetra. Pada 2012, Aetra bersedia untuk menurunkan perhitungan internal rate of return (IRR) dari 22% menjadi sekitar 15,8%. Bahkan pada 2015, PAM Jaya berhasil melunasi utang kepada Bank Dunia Rp2,4 triliun yang sebagian dananya diambil dari penyisihan hasil kerja sama dengan Aetra Rp1,15 triliun.

Ainul mengatakan kondisi PDAM di berbagai daerah dalam kondisi kurang sehat sehingga butuh upaya panjang apabila penyediaan air bersih disandarkan sepenuhnya pada PDAM. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya