Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
Sejumlah negara kini berlomba mewujudkan kendaraan ramah lingkungan, salah satu bentuknya ialah mobil listrik. Menurut Grup Peneliti Teknik Tenaga Listrik Institut Teknologi Bandung, Agus Purwadi, kehadiran kendaraan jenis ini diyakini menjadi salah satu solusi mengurangi emisi karbon serta untuk menunjang ketahanan energi.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2016, sektor tranportasi menyumbang polusi sekitar 70% dari total emisi gas rumah kaca dari seluruh sumber di perkotaan.
Dengan kehadiran mobil listrik, kata Agus, penggunaan bahan bakar minyak (BBM) akan berkurang.
"Apalagi ketersediaan mi-nyak bumi akan habis seiring pertumbuhan penduduk yang membutuhkan energi senantiasa bertambah. Ditambah lagi, lonjakan impor BBM menjadi salah satu faktor penyebab perdagangan Indonesia menjadi defisit," ujarnya di sela acara Preliminary Invitation-Electricfied Vehicles Technology Trip di Tokyo, Jepang, Senin (11/3).
Dari sejumlah jenis mobil listrik, seperti hybrid electric vehicle (HEV)/hibrida, plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), battery electric vehicle (BEV), dan fuel cell electric vehicle (FCEV), Agus menilai HEV yang paling mungkin digunakan di Indonesia dalam waktu dekat. Sebab, menurutnya, teknologi lain memerlukan keahlian lebih tinggi sehingga memakan waktu lama dalam implementasinya.
Baca juga: Harmonisasi PPnBM, Dorong Industri Mobil Listrik
Untuk diketahui, HEV merupakan kendaraan bermotor yang menggunakan mesin konvensional sebagai penggerak utama serta baterai yang diisi melalui kinetik. Karena itu, HEV meningkatkan efisiensi konsumsi bahan bakar.
Agus yang datang bersama perwakilan lima perguruan tinggi lain, yaitu dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Udayana, Universitas Nasional 11 Maret, dan Institut Teknologi Surabaya, meng-ungkapkan bahwa di Jepang mobil bertek-nologi HEV saat ini masih memimpin penjualan ketimbang mobil berteknologi lain.
Ia pun memperkirakan bahwa model mobil listrik yang disukai pasar Indonesia ialah jenis multipurpose vehicle (MPV) karena dapat memuat banyak orang.
Hal yang sama dikatakan peneliti teknik energi dan thermofluid Universitas Gadjah Mada, Adhika Widyaparaga.
"Asal harga jualnya tidak terlalu mahal atau maksimal 50% lebih tinggi dari MPV konvensional," ujar Adhika.
Skema pajak
Pemerintah Indonesia sendiri siap memacu industri otomotif dengan harmonisasi skema pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Dalam aturan baru, PPnBM tidak lagi dihitung dari kapasitas mesin, tapi berdasarkan emisi dari kendaraan bermotor. Dengan kata lain, semakin rendah emisi, semakin rendah tarif pajak yang dikenakan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto berharap skema harmonisasi itu bisa mengubah tren produksi kendaraan di dalam negeri, dari yang semula mayoritas konvensional menjadi rendah emisi, bahkan hingga electric vehicle atau yang lebih dikenal dengan mobil listrik.
Dalam aturan baru itu, mobil listrik akan mendapat manfaat PPnBM 0%. "Kalau di Asia, India menargetkan diri menjadi induk. Ada juga Jepang. Kita coba bersaing dengam Thailand di kawasan. Kita harap ini bisa membuat kita lebih di depan," ujarnya. (Pra/E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved