Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
TATA kelola hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia mendesak untuk dibenahi apabila pemerintah hendak memacu lifting yang terus menurun.
Oleh karena itu, penerapan teknologi anyar untuk mengoptimalkan produksi sumur tua dan memacu eksplorasi guna memastikan cadangan minyak baru menjadi keniscayaan.
Demikian pendapat sejumlah kalangan yang disampaikan kepada Media Indonesia pada kesempatan terpisah, akhir pekan lalu.
Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai penggunaan teknologi mutakhir untuk sumur tua dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan produksi minyak.
“Pasalnya, usia sumur yang masih menghasilkan minyak sudah tua. Jumlah cadangan menipis dan sulit untuk dimaksimalkan lagi dengan teknologi konvensional,” kata Fahmy.
Salah satu teknologi yang mampu menggenjot produksi minyak di sumur tua, lanjut Fahmy, ialah enhance oil recovery (EOR). Akan tetapi, teknologi itu membutuhkan biaya besar sehingga jarang menjadi pilihan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS).
“Soal lain yang menghambat industri hulu migas ialah rendahnya penelitian geologi dan eksplorasi untuk memastikan cadangan minyak baru. Mestinya data seismik, eksplorasi, dan infrastruktur diupayakan oleh SKK Migas. Investor tinggal fokus produksi di hulu,” ujar Fahmy.
Tiga strategi
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, mengatakan strategi jangka pendek untuk memacu produksi migas ialah racturing dan balanced drilling atau mempercepat produksi dari lapangan existing. Untuk jangka menengah ialah dengan menerapkan EOR di sumur produktif, tetapi membutuhkan waktu 7-10 tahun.
“Metode jangka panjangnya dengan eksplorasi lapangan migas. Rasio keberhasilan dari kegiatan ini di atas 20% atau setiap lima eksplorasi baru ditemukan satu cadangan baru berbekal dana Rp31,5 triliun dari sistem gross split,” ungkap Arcandra yang menjadi pembicara utama pada diskusi bertajuk Menilik Industri Migas Indonesia: RUU Migas dan Upaya Mendongkrak Kinerja Sektor Migas, di Kantor Media Indonesia, Jakarta, hari ini.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro, sependapat bahwa masalah utama di sektor migas ialah minimnya penemuan ladang baru, sementara kebutuhan terus membengkak sehingga impor pun tidak terhindarkan.
“Migas itu kan investasi jangka panjang. Kalau ditemukan hari ini, baru bisa diproduksi lima tahun lagi,” ujarnya.
Kini, pemerintah gencar melakukan eksplorasi untuk memperoleh cadangan energi fosil skala besar dengan mewajibkan KKKS mengalokasikan dana khusus eksplorasi yang sampai Januari sudah terkumpul Rp31,5 triliun.
Pemerintah juga mewajibkan KKKS melakukan eksplorasi dan mengoptimalkan sumur tua. Tahun ini, pemerintah mematok target 2,02 juta barel setara minyak per hari dari lifting migas.
Kepala SKK Migas Dwi Soe-tjipto mengakui eksplorasi sudah membuahkan hasil seperti di Blok Sakakemang, Sumatra Selatan, oleh konsorsium Repsol, Petronas, dan Mitsui Oil Exploration.
“Kami berupaya menaikkan rasio cadangan migas yang baru 74%. Artinya, produksi lebih banyak ketimbang temuan cadangan baru.” (*/X-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved