Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter sampai akhir 2018 sudah mencapai 27 unit.
“Realisasi kewajiban pembangunan smelter atau hilirisasi untuk produk tembaga, nikel, bauksit, besi, mangan, timbel, dan seng pada 2016 tercatat ada 20 smelter. Lalu pada 2017, nikel bertambah tiga smelter dan besi bertambah dua smelter. Pada 2018, nikel bertambah lagi dua smelter. Jadi, total realisasi smelter hingga 2018 sebanyak 27 smelter,” ungkap Menteri ESDM Ignasius Jonan dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta, kemarin.
Ia melanjutkan mayoritas smelter yang telah beroperasi ialah pengolahan dan pemurnian nikel sebanyak 17 unit, dengan jenis produk seperti fero nikel, nikel matte, dan nikel pig iron.
Selanjutnya disusul sebanyak 4 smelter besi, serta smelter tembaga sebanyak 2 unit dan bauksit 2 unit.
Seluruh industri pertambangan, terang Jonan, diwajibkan membangun unit pengolahan dan pemurnian dengan batas waktu selesai pada 2022. Hal itu tertuang dalam Undang Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang mewajibkan perusahaan pertambangan melakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah produk pertambangan.
UU Nomor 4 Tahun 2009 mensyaratkan pengelolaan minerba tidak boleh dilakukan hanya dengan mengekspor bahan mentah, tetapi juga harus diolah di dalam negeri sehingga dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi negara, pengelolaan lingkungan, dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Sebagai petunjuk pelaksanaan pengelolaan mineral dan batu bara, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 beserta Peraturan Menteri ESDM sebagai regulasi turunannya yang merupakan solusi untuk mempercepat peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri.
Adapun sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan kewajiban tersebut akan dikenai pencabutan izin ekspor hasil pertambangannya.
Sejauh ini, menurut Jonan, progres pembangunan dan realisasi investasi smelter untuk produk tembaga terdapat dua yang existing dan segera dibangun sebanyak tiga smelter. Dengan begitu, nantinya Indonesia memiliki lima fasilitas smelter tembaga.
“Nikel ada 17 yang existing dan ada rencana 16 smelter sehingga totalnya berjumlah 33 smelter. Bauksit existing 2, rencana ada 5, sehingga jumlahnya 7. Besi, existing ada 4 dan rencana 2, mangan existing ada 2 dan tidak ada rencana, timbal dan seng itu rencananya ada 2 smelter,” pungkas Jonan.
Tata kelola
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Mineral dan Batu bara (Minerba) berlandaskan semangat untuk memperbaiki tata kelola industri pertambangan. Dengan begitu, penerimaan negara dapat lebih melimpah serta pengelolaan sumber daya alam jauh lebih optimal.
“Selain itu, pembangunan smelter juga harus terlaksana dalam jangka waktu yang ditentukan sejak awal sehingga tidak membuka ruang bagi ekspor bijih yang dilarang UU No 4 Tahun 2009. Revisi UU Minerba harus memuat kewajiban smelting domestik guna mencapai nilai tambah sesuai dengan UU No 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Pembangunan smelter diarahkan agar BUMN juga terlibat untuk memiliki saham,” ungkap Marwan melalui keterangan resminya. (E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved