Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa NTP pada Januari 2019 sebesar 103,33, tumbuh 0,16% dari capaian Desember 2018 yang hanya 103,16.
Kenaikan NTP pada Januari dipengaruhi melonjaknya NTP tiga subsektor pertanian, yaitu tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat, perikanan.
“Tanaman pangan mengalami kenaikan 0,52% karena adanya kenaikan harga gabah dan jagung. Itu membuat biaya yang diterima petani lebih besar daripada yang dikeluarkan. Perkebunan rakyat yang naik 0,27% dan perikanan yang tumbuh 0,28% juga terjadi karena adanya kenaikan harga komoditas,” kata Kepala BPS Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Jumat (1/2).
Sementara itu, dua subsektor lainnya, yakni hortikultura dan peternakan mengalami penurunan 0,34% dan 0,08%.
Ketjuk, panggilan akrab Kepala BPS, mengungkapkan turunnya NTP subsektor ternak tidak terlepas dari tingginya harga jagung yang merupakan bahan baku pakan ternak.
“Dengan harga jagung yang tinggi, sementara harga jual daging dan telur ayam ras yang tidak ikut bertumbuh signifikan, jelas membuat NTP peternak tertekan,” tandasnya.
Di sisi lain, pemerintah telah turun tangan untuk membantu menyelematkan para peternak. Melalui Kementerian Perdagangan, pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan secara temporer harga acuan bagi telur dan ayam daging ras.
Kenaikan rata-rata sebesar Rp2 ribu di tingkat peternak dan konsumen bertujuan menyelematkan peternak dari kerugian akibat dari tingginya harga jagung yang mencapai Rp6 ribu per kilogram (kg). Harga jagung itu lebih tinggi dibandingkan harga acuan pemerintah Rp4 ribu per kg.
Pemerintah juga membantu peternak dengan mengimpor jagung sebanyak 150 ribu ton yang akan masuk secara bertahap mulai Februari hingga pertengahan Maret.
Diharapkan, harga jagung dapat menuju ke harga acuan pada April 2019 seiring dengan masuknya pasokan yang berasal dari panen petani.
Jaga harga pangan
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah serius untuk membenahi harga bahan pangan yang saat ini menjadi penyumbang inflasi terbesar.
“Yang perlu dicermati ialah kenaikan inflasi dari komponen volatile food atau bahan makanan. Curah hujan yang tinggi berpotensi membuat tanaman pangan utama seperti padi dan jagung mengalami gagal panen dan membuat stok menjadi terbatas. Ketika stok terbatas, harga pun akan merangkak naik,” ujar Bhima kepada Media Indonesia,kemarin.
Hal itu terbukti dari inflasi pada Januari 2018 dan 2017. Kala itu, stok beras sangat minim sehingga harga melonjak hingga menyentuh Rp11 ribu per kg. Akhirnya tingkat inflasi ikut terkerek.
“Ini yang harus diwaspadai. Hingga Februari panen raya belum merata di semua wilayah. Panen raya biasanya baru mulai pada Maret dan April,” lanjutnya.
Selain volatile food, pemerintah juga diharapkan terus menjaga harga-harga komoditas yang masuk ke dalam komponen administered price seperti bahan bakar minyak (BBM) dan listrik bersubsidi.
Jika pemerintah memunculkan kebijakan dengan menaikkan harga komoditas tersebut, dapat dipastikan inflasi akan turut menanjak. (E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved