Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Jagung Mahal Pukul Nilai Tukar Peternak

Andhika Prasetyo
02/2/2019 03:40
Jagung Mahal Pukul Nilai Tukar Peternak
(ANTARA FOTO/Akbar Tado)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa NTP pada Januari 2019 sebesar 103,33, tumbuh 0,16% dari capaian Desember 2018 yang hanya 103,16.

Kenaikan NTP pada Januari dipengaruhi melonjaknya NTP tiga subsektor pertanian, yaitu tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat, perikanan.

“Tanaman pangan mengalami kenaikan 0,52% karena adanya kenaikan harga gabah dan jagung. Itu membuat biaya yang diterima petani lebih besar daripada yang dikeluarkan. Perkebunan rakyat yang naik 0,27% dan perikanan yang tumbuh 0,28% juga terjadi karena adanya kenaikan harga komoditas,” kata Kepala BPS  Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Jumat (1/2).

Sementara itu, dua subsektor lainnya, yakni hortikultura dan peternakan mengalami penurunan 0,34% dan 0,08%.

Ketjuk, panggilan akrab Kepala BPS, mengungkapkan turunnya NTP subsektor ternak tidak terle­pas dari tingginya harga jagung yang merupakan bahan baku pa­kan ternak.

“Dengan harga jagung yang ting­­­gi, sementara harga jual da­ging dan telur ayam ras yang tidak ikut bertumbuh signifikan, jelas membuat NTP peternak tertekan,” tandasnya.

Di sisi lain, pemerintah telah turun tangan untuk membantu menyelematkan para peternak. Melalui Kementerian Perdagangan, pemerintah telah memutuskan un­tuk menaikkan secara temporer harga acuan bagi telur dan ayam daging ras.

Kenaikan rata-rata sebesar Rp2 ribu di tingkat peternak dan konsumen bertujuan menyelematkan peternak dari kerugian akibat dari tingginya harga jagung yang mencapai Rp6 ribu per kilogram (kg). Harga jagung itu lebih tinggi dibandingkan harga acuan pemerintah Rp4 ribu per kg.

Pemerintah juga membantu pe­­ternak dengan mengimpor ja­­gung sebanyak 150 ribu ton yang akan masuk secara bertahap mulai Februari hingga pertengah­an Maret.

Diharapkan, harga jagung dapat menuju ke harga acuan pada April 2019 seiring dengan masuknya pasokan yang berasal dari panen petani.

Jaga harga pangan

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah serius untuk membenahi harga bahan pa­­ngan yang saat ini menjadi penyumbang inflasi terbesar.
“Yang perlu dicermati ialah ke­­naikan inflasi dari komponen volatile food atau bahan makanan. Curah hujan yang tinggi berpoten­­si membuat tanaman pangan uta­­ma seperti padi dan jagung meng­­alami gagal panen dan membuat stok menjadi terbatas. Ketika stok terbatas, harga pun akan me­rangkak naik,” ujar Bhima kepada Media Indonesia,kemarin.

Hal itu terbukti dari inflasi pada Januari 2018 dan 2017. Kala itu, stok beras sangat minim sehingga harga melonjak hingga menyentuh Rp11 ribu per kg. Akhirnya tingkat inflasi ikut terkerek.

“Ini yang harus diwaspadai. Hingga Februari panen raya belum merata di semua wilayah. Panen ra­ya biasanya baru mulai pada Ma­­­ret dan April,” lanjutnya.

Selain volatile food, pemerin­tah juga diharapkan terus menjaga harga-harga komoditas yang masuk ke dalam komponen admi­nistered price seperti bahan bakar minyak (BBM) dan listrik bersubsidi.

Jika pemerintah memunculkan kebijakan dengan menaikkan har­ga komoditas tersebut, dapat di­pastikan inflasi akan turut me­nan­jak. (E-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya