Paket kebijakan ekonomi lewat pemangkasan aturan yang rumit dalam investasi atau deregulasi serta penerbitan perundangan pengampunan pajak jadi penyangga harapan capaian pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di 2016.
Pemerintah mengaku akan kerja keras menyelesaikannya. Di sisi lain, pengusaha pun diminta untuk tak ragu mengeksekusi penanaman modal di Indonesia.
"Saya kerja keras, bapak/ibu semuanya (menumbuhkan) rasa optimis, rasa percaya, bahwa 2016 lebih baik. Itulah yang ingin kita harapkan," ajak Presiden Jokowi, saat bicara di hadapan para investor, dalam Peresmian Pembukaan Perdagangan 2016 Bursa Efek Indonesia (BEI), di Jakarta, Senin (4/1).
Sedikit menengok ke belakang, ia menyebut kerja keras di 2015 sudah membuahkan hasil yang sudah mematahkan keraguan banyak pihak. Presiden mencontohkannya lewat usaha pemantauan tanpa henti yang dilakukannya terhadap serapan anggaran kementerian/lembaga, sektor penerimaan negara, serta potensi kenaikan harga sembako di masyarakat, kepada menteri/kepala lembaga terkait maupun langsung ke pasar, serta penerbitan paket deregulasi I-VIII.
Hasilnya, ungkap Jokowi, pertama, serapan belanja negara di 2015 mencapai 91,2% atau Rp1.810 triliun. Angka itu diakuinya meleset sedikit dari prediksinya beberapa waktu lalu yang mencapai sekitar 92-93%. Ditambahkannya, masih ada sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) yang mencapai Rp10,8 triliun.
Kedua, kerja keras di 2015 menghasilkan pendapatan negara mencapai Rp1.491 triliun atau 84,7% (dari target). Itu terdiri penerimaan pajak mencapai Rp1.235,8 triliun (83%), penerimaan non-pajak Rp252,4 triliun (93,8%), serta penerimaan hibah sekitar Rp3 triliun.
Ketiga, lanjutnya, penurunan signifikan kenaikan harga. "Inflasi 2014 mencapai 8,3%. Waktu kita pasang (di APBNP 2015 inflasi) pasti di bawah 5%, banyak orang yang tidak percaya. Alhamdulilah, pada 2015 inflasinya hanya 3,3%. BI kerja keras, pemerintah kerja keras, semuanya," papar dia.
Ke empat, pertumbuhan ekonomi 2015 yang diperkirakan mencapai perkiraan antara 4,7-4,8%. Walau turun dibandingkan 2014 yang mencapai 5%, tukasnya, capaian itu masih lebih baik dibanding negara-negara lain yang mengalami pelemahan ekonomi 1%-3%.
"Itupun sebetulnya kalau saat itu, tahun kemarin kita semua optimistis semuanya, kejadiannya akan berbeda. Karena rasa optimisme itu sulit sekali dimunculkan. Semuanya menunggu, semuanya wait and see. Oleh sebab itu, tahun ini, semuanya harus percaya, semuanya harus optimis(tis) bahwa kita akan lebih baik. Itu harus. Kuncinya ada di situ," cetus dia.
Modal optimisme di 2016, kata Presiden, dilengkapi dengan kelanjutan paket deregulasi. Menurutnya, paket kebijakan merupakan "perombakan kreatif" itu mendapatkan momentumnya di situasi sulit di 2015. "Dan itu akan terus kita lakukan. Dan saya yakin dengan itu perekonomian akan lebih baik," ucapnya.
Di samping itu, Presiden juga mengajak perusahaan, dari yang kecil hingga yang besar, untuk melakukan revaluasi aset. Diperkuat dengan UU Pengampunan Pajak yang tengah dibahas di DPR, kondisi perusahaan diyakini bakal semakin sehat untuk lebih melebarkan sayap investasinya. Dan itu diyakininya bakal berperan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi 2016.
"Berbondong-bondong semuanya (merevaluasi aset). Enggak usah ragu lagi, nanti seperti apa. Itu sudah. Kalau sudah keluar (aturannya) artinya pemerintah memberikan jaminan, Presiden juga memberikan jaminan. Enggak usah ragu-ragu," seru dia.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menyebut bahwa rangkaian paket kebijakan pemerintah telah direspon positip oleh pasar. "Sehingga meningkatkan kepercayaan investor. Ini merupakan faktor penting dalam menjaga stabilitas industri keuangan dan pasar modal kita," imbuhnya.
Pada 2015, ungkapnya, pasar modal mencatatkan jumlah mobilisasi dana yang cukup tinggi. Nilai emisi saham, right issue, dan emisi obligasi korporasi meningkat 20,8% menjadi Rp 117 triliun. Dana yang dihimpun dari penerbitan obligasi pemerintah mencpai Rp 352 triliun. Ia pun meyakini perkonomian yang lebih baik di 2016 bakal meningkatkan penghimpunan dana jangka panjang di pasar modal.
Di 2016, pihaknya masih berupaya untuk mewujudkan harapan bahwa pasar modal bakal jadi sumber pembiayaan jangka panjang bagi pembangunan alternatif selain kredit perbankan. Usaha yang ditempuh untuk mewujudkannya adalah dengan serangkaian strategi pendalaman pasar, penambahan jumlah emiten melalui penyederhanaan proses IPO, peningkatan angka ivestor lokal lewat edukasi dan sosialisasi, penyempurnaan infrastruktur pasar modal, serta penegakan tata kelola emiten dan peningkatan kapasitas pengawasan dan penegakan hukum.
"Semua itu kami tujukan untuk menjaga kredibilitas pasar modal global di mata investior domestik dan era integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN," jelas Muliaman.
Namun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan saham awal 2016 itu bergerak melemah. Pada pra-pembukaan perdagangan saham, IHSG turun 12,84 poin atau 0,28% ke level 4.580,06. Saat pembukaan, IHSG turun 22,88 poin atau 0,44% ke level 4.572,23.(Q-1)