Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SEPANJANG 2018, kondisi perekonomian nasional terpantau sehat dan stabil, tercermin di antaranya dari ekonomi nasional yang tumbuh sekitar 5,15% dan inflasi terkendali di level 3,13%. Sementara itu sektor jasa keuangan juga tercatat stabil dan sehat, yang merupakan modal penting bagi industri jasa keuangan untuk dapat tumbuh lebih baik dan meningkatkan perannya sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
"Di tengah kenaikan suku bunga dan pelemahan nilai tukar dikombinasi faktor eksternal seperti perang dagang, tensi geopolitik, dan krisis di berbagai negara berkembang, pasar keuangan diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang mengalami tekanan. Namun berbagai kebijakan dan reformasi struktural berhasil mendapat tanggapan positif dari pelaku pasar," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2019, di Jakarta , Jumat (11/1) malam. Acara ini juga dihadiri Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Tanggapan positif ini terlihat dari kredit perbankan yang terus tumbuh berlanjut dengan mencapai 12,88% di tahun 2018. Penyalurannya terdiri dari kredit bank domestik yang tumbuh sebesar 11,73% dan kredit dari bank di luar negeri yang tumbuh 35,3%. Pertumbuhan ini bisa katakan meningkat signifikan dibandingkan tahun 2017 dan sesuai dengan target bank di 10%-12% kisarannya untuk 2018.
Kemudian dari sisi intermediasi, lembaga pembiayaan diperkirakan akan tumbuh di sekitar 6%. Profil risiko kredit juga sangat terjaga, terbukti dari rasio kredit bermasalah (NPL) gross perbankan menunjukkan tren menurun dan tercatat hanya 2,73% dan nettnya berada di 1,14%. Ini berkat restrukturisasi yang dilakukan perbankan. "Risiko untuk kredit perusahaan pembiayaan pada level stabil dengan NPF 2,83% gross dan 0,79%," tambahnya.
Dari sisi ekspansi perbankan meski rasio dana terhadap kredit (LDR) meningkat menjadi 92,6%. Namun diyakini OJK indikator likuiditas perbankan bukan hanya terbatas dari LDR, melainkan juga indikator lain seperti Rasio Aset Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) pada posisi 102,5% dan liquidity coverage ratio( LCR) di 184,3%. Hal ini dapat dilihat dari excess reserve perbankan yang tercatat sebesar Rp529 triliun. "Kedua indikator tersebut menunjukan sangat masih jauh di atas treshold masing-masing yang sebesar 50% dan 100%," ungkap Wimboh Santoso.
Di Pasar Modal, minat perusahaan menghimpun dana melalui pasar modal itu terus meningkat tercatat sebesar 62 emiten di tahun 2018 yang jumlahnya jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 yaitu hanya ada 46 emiten. "Jadi memang banyak emiten baru," ungkapnya.
Nilai penghimpunan dana total di pasar modal tercatat sebesar Rp166 triliun, termasuk melalui penerbitan obligasi, sekuritisasi, sukuk, dan instrumen pasar modal lainnya. Sedangkan total perolehan dana melalui IPO saham tercatat hanya Rp 15,6 triliun, memang lebih rendah dibanding 2017. Selain karena dampak dari naiknya tingkat suku bunga, mayoritas perusahaan yang melepaskan saham mereka di pasar modal juga tidak menyasar perolehan dana dengan jumlah besar.
Sementara itu total dana kelola investasi tercatat mencapai Rp746 triliun,meningkat 8,3% dibandingkan tahun 2017. Secara permodalan institusi jasa keuangan (IJK) Indonesia tercatat memadai. Rasio kecukupan modal perbankan berada di level 23,32%. Kemudian risk based capital (RBC) industri asuransi sebesar 315% dan asuransi jiwa sebesar 412%. Keduanya menunjukan permodalan yang sangat memadai karena masih jauh di atas treshold yaitu di 120%.
Gearing ratio perusahaan pembiayaan juga tercatat di 2,97 kali atau masih jauh di bawah treshold sehingga banyak bantalan bagi perusahaan sektor keuangan untuk tumbuh lebih cepat terutama menghadapi fluktuasi pada tahun 2018.
Di tahun 2019, OJK melihat masih ada beberapa tekanan bagi industri keuangan. Namun mereka optimistis industri jasa keuangan akan menjaga momentum pertumbuhan yang ada. "Pertumbuhan AS tidak sepesat sebelumnya. Sehingga tren pertumbuhan ekonomi di negara berkembang akan terus meningkat. Inflasi juga akan terjaga dalam target dan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa ke 5,3%. Melandainya Fed Fund Rate dari sebelumnya, mereka lihat bisa menarik capital inflow kembali lagi kepada emerging market, termasuk Indonesia," ujar Wimboh.
Sedangkan kinerja intermediasi sektor keuangan diperkirakan dengan kredit perbankan yang tumbuh di kisaran 13% plus minus 1%. Trend NPL juga akan melandai di sekitar 2,2%. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) diperkirakan kembali normal ke kisaran 8-10%. Optimisme ini terlihat dari rencana bisnis bank ( RBB) di 2019, di mana mereka menargetkan pertumbuhan kredit di 12,06% dan 11,49%.
Sementara itu, pasar modal diperkirakan akan melahirkan 75 emiten baru di tahun 2019, dengan emisi Rp200-250 triliun. Aset asuransi diperkirakan tumbuh di kisaran 10-13%, asuransi umum akan tumbuh di 14-17%. Jumlah lembaga pinjam meminjam uang atau peer to peer (P2P) lending yang legal per 2018 ada 88 perusahaan, dan jumlah debitur ada sekitar 5,5 juta nasabah sampai akhir tahun.
Siapkan Lima Strategi
OJK di tahun 2019 akan berfokus pada lima strategi, yang akan menjadi arah kebijakan selama 2019. Pertama mereka akan memperbesar peran alternatif pembiayaan jangka menengah dan panjang bagi sektor strategis melalui pengembangan pasar modal.
"Kami mendorong, memfasilitasi, dan akan memberikan insentif kepada calon emiten melalui penerbitan berbasis utang atau syariah, RDPT, EBA, DIRE, Dinfra, dan ada bberapa instrumen derivatif, seperti IGBF (indonesia government bond future) . Kami juga akan menelaah lebih lanjut aturan mengenai medium term note (MTN) yang memang lebih memfokuskan dalam sisi aspek perlindungan konsumennya," ungkap Wimboh.
OJK juga akan mengembangkan produk investasi berbasis syariah di antaranya sukuk wakaf. Sukuk wakaf merupakan gabungan instrumen seperti pembiayaan pembangunan gedung di atas tanah wakaf, memakai instrumen sukuk. "Lalu, kami akan mendukung upaya global dalam sustainable development. Pada acara IMF di Bali, kami telah membuat kesepakatan untuk memperhatikan proyek yang ramah lingkungan dan sosial, termasuk 31 skema blanded finance. OJK bekerja sama dengan pemda juga akan mendorong obligasi daerah," tambahnya.
Kedua, OJK mendukung upaya pemerintah mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional , melalui kontribusi pembiayaan kepada sektor prioritas seperti industri ekspor, subtitusi impor, pariwisata, industri pengolahan, maupun sektor perumahan. "Kami akan dukung percepatan peran LPEI dalam mendorong ekspor," kata Wimboh.
OJK juga akan meningkatkan penyediaan akses keuangan bagi UMKM dan masyarakat kecil di daerah terpencil yang memang belum dapat dijangkau oleh lembaga keuangan formal, seperti dengan 41 Bank Wakaf Mikro, dan BUMDes.
Ketiga, OJK juga akan mendukung program mendorong pemanfaatan teknologi perluasan Laku Pandai melalui branchless banking, untuk penyaluran kredit mikro di daerah. "Agar dapat mendukung pencapaian target inklusi keuangan sebesar 75% di tahun ini," tegasnya.
Strategi ke empat, OJK akan siapkan IJK menghadapi revolusi industri 4.0. Akhir tahun 2018, OJK akan mendorong startup seperti peer to peer (P2P) lending, maupun peran equity crowd funding melalui peningkatan fintech center dengan kerangka pengaturan yang kondusif untuk mendorong inovasi yang ada.
"Kelima, kami akan siapkan infrastruktur memadai dan dorong lembaga jasa keuangan untuk digitalisasi produk dan layanan keuangan dengan memadai. Kami akan memanfaatkan teknologi dalam proses bisnis yang merupakan satu langkah perbaikan internal OJK. kami akan mengembangkan pengawasan berbasis IT lalu perizinan yang lebih cepat termasuk proses fit and proper test dari 30 hari jadi 14 hari," tukas Wimboh. (X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved