Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Rupiah Terus Menguat, Paket Kebijakan Kejar Momentum

Fetry Wuryasti
29/11/2018 15:35
Rupiah Terus Menguat, Paket Kebijakan Kejar Momentum
(ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

SEJAK pekan kedua November, rupiah mulai menunjukkan penguatannya, dari kisaran 14.850 pada Senin (12/11) hingga di perdagangan Kamis (29/11) rupiah bergerak di kisaran 14.356,5 per dolar AS  atau mengalami apresiasi 2,3%.

Begitu pula di pasar saham. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Senin (12/11) berada pada level 5.777,05 dan Kamis (29/11) telah kembali berada di atas level 6.000 yaitu di 6.082,213. 

Dalam satu bulan pun terjadi aksi beli asing (net foreign buy) di pasar saham sebesar Rp10,27 triliun. 

Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan sentimen positif antara lain terjadi aliran dana asing masuk ke pasar finansial. Penguatan rupiah yang signifikan terjadi karena sektor moneter memberi respon langkah menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Hal itu membuat Indonesia atraktif untuk menjadi tempat investasi.

"Sektor moneter yakni Bank Indonesia sudah merespon dengan meningkatkan suku bunga kebijakannya. Kami justru ingin mengejar momentum itu dimanfaatkan untuk menarik investasi langsung," ujarnya di Jakarta, Kamis (29/11).

Menurutnya, investor mengejar penyelesaian lampiran paket kebijakan ke 16. Sebab, mereka melihat kenaikan suku bunga sudah mamou menguatkan rupiah namun belum optimal untuk menarik aliran dana asing melalui investasi langsung (FDI) masuk ke Indonesia.

 

Baca juga: Ketua IMF Desak Tindakan Bersama untuk Kurangi Hambatan Perdagangan

 

Pemerintah mengatakan ekonomi terus mendorong FDI untuk menambal defisit dari neraca perdagangan. Selama ini neraca barang dan jasa memang defisit namun tertolong oleh transaksi modal dan finansial. Namun di 2018, surplus dari transaksi modal dan finansial sedang surut.

"Sehingga perlu segera mendorong agar ada FDI yang masuk untuk membantu transaksi modal dan finansial untuk menutup defisit transaksi berjalan," tambah Susiwijono.

Karena itu paket kebijakan ini lebih banyak dalam jangak pendek untuk menarik investasi langsung. Sebab bila investasi langsung masuk dan membangun konfidens di market dan investor maka nanti akan medorong investasi portofolio.

"Saham kita juga akan bagus," katanya.

Ia menilai, dalam jangka menengah kalau ada investasi, sektor riil akan bergerak dan neraca barang dan jasa akan terbantu.

"Itu sebenarnya pemikiran kebijakan pemerintah kenapa kami ingin mensegerakan paket kebijakan karena momentumnya di minggu kedua ke tiga November ini," tambahnya.

Antisipasi Kelanjutan Perang Dagang
Lebih jauh, Susiwijono mengatakan paket Kebijakan ke-16 juga disegerakan karena pemerintah memikirkan respon dari efek perang dagang yang disinyalir akan memasuki ronde kedua.

Bila kesepakatan antara Tiongkok dan AS tidak tercapai dalan pertemuan G20, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi relokasi investasi ke negara-negara berkembang.

Indonesia mesti antisipasi relokasi industri dsri Tiongkok. Industri lokal harus siap menangani investasi itu dan harus bersaing dengan banyak negara seperti Vietnam, Thailand dan India.

"Beberapa analis menyebutkan negara emerging market lebih bagus untuk investasi daripada AS, walaupun ekonomi  AS lebih baik. Cuma Indonesia ada di list ke sekian. Kita juga ingin merespon itu dengan kebijakan," tukas Susiwijono. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik