Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
EKONOM Bank Permata Josua Pardede mengatakan defisit transaksi berjalan pada kuartal III tahun 2018 tercatat melebar menjadi US $8,8miliar atau sekitar defisit 3,4% terhadap PDB dari sebelumnya US $8,0 miliar atau defisit 3,0% terhadap PDB pada kuartal sebelumnya.
Melebarnya defisit transaksi berjalan terutama didorong oleh ekspektasi defisit neraca barang. Hal ini terindikasi dari pelebaran defisit perdagangan pada periode Juli–September 2018 menjadi defisit US $2,7miliar dari kuartal sebelumnya yang mencapai defisit US $1,4miliar.
Defisit neraca perdagangan didorong oleh tingginya laju impor seiring dengan tingginya aktivitas investasi, yang mendorong solidnya laju impor non-migas (+21%yoy). Sementara itu, tren peningkatan harga minyak dunia juga turut mendorong peningkatan impor migas (+39%yoy). Meski begitu, neraca jasa diperkirakan masih mengalami defisit dengan kecenderungan mengecil seiring dengan peningkatan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Selain itu, neraca pendapatan primer diperkirakan masih mengalami defisit yang tinggi sekitar US $8miliar seiring kenaikan pembayaran pendapatan investasi langsung atau dividen dan bunga pinjaman luar negeri.
“Namun pembayaran dividen cenderung menurun pada kuartal III-2018. Jadi secara keseluruhan, defisit transaksi berjalan pada kuartal I hingga kuartal III tahun 2018 mencapai $22,4miliar atau (-2,9%) terhadap PDB,” ujar Josua, Minggu (11/11).
Meskipun defisit transaksi berjalan pada setahun penuh 2018 diperkirakan melebar, tapi bila dibandingkan tahun 2017 yang defisit 1,7% terhadap PDB, angka defisit di 2018 akan masih di bawah (- 3%) terhadap PDB.
“Defisit transaksi berjalan tahun 2019 diperkirakan akan kembali mengecil ke level yang lebih sehat sekitar -2,5 hingga -2,7% terhadap PDB sejalan dengan langkah kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengendalikan impor,” tukas Josua.
Jika dibandingkan negara Asia, defisit transaksi berjalan (CAD) Indonesia merupakan salah satu yang tinggi dibandingkan defisit transaksi berjalan Filipina dan India. Bahkan lebih baik dibandingkan surplus neraca transaksi berjalan Thailand dan Malaysia yang ditopang oleh kuatnya industri pariwisata dan produksi migas yang surplus.
“Meskipun demikian, kondisi CAD yang masih manageable dan diikuti juga oleh kondisi fiskal yang lebih sustainable (terindikasi dari defisit fiskal dan rasio utang terhadap PDB yang sangat baik) sehingga kondisi twin deficit yang dialami Indonesia masih lebih baik dibandingkan kondisi twin deficit negara-negara maju,” tandasnya.
Kondisi fundamen yang semakin membaik juga masih menopang investasi dalam jangka menengah-panjang. Tentu dengan catatan pemerintah perlu melakukan reformasi struktural industri pengolahan, sehingga mengurangi ketergantungan impor non migas serta mendorong produksi migas atau mendorong investasi energi terbarukan dalam rangka menekan impor migas. (OL-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved