Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Butuh Bangun Kilang untuk Stabilkan Rupiah

Jessica Restiana Sihite
17/9/2015 00:00
 Butuh Bangun Kilang untuk Stabilkan Rupiah
(ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Neraca migas Agustus 2015 tercatat masih defisit US$577,2 juta. Angka itu berasal dari defisitnya perdagangan minyak mentah dan hasil minyak yang masing-masing senilai US$15,9 juta dan US$1,1 miliar. Surplus perdagangan gas yang mencapai US$585 juta tidak mampu menjadikan neraca perdagangan migas menjadi positif.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan isu defisitnya neraca perdagangan bukan menjadi hal yang luar biasa karena sudah sering terjadi. Hal itu, kata dia, karena Indonesia sudah menjadi negara importir minyak. Namun, Bambang mengatakan defisit neraca perdagangan migas Indonesia sebenarnya bisa diminimalisir. Salah satunya dengan membangun kilang.

"Kalau defisit crude (minyak mentah), pasti ga bisa diatasi karena tergantung dari produksi dan konversi bahan bakar fosil ke energi alternatif," ucap Bambang di sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (17/9).

Menurut Bambang, impor minyak mentah yang tidak bisa dikurangi, bisa disiasati dengan mengurangi impor hasil minyak atau BBM. Memproduksi BBM secara mandiri, nilai dia, juga bisa membuat Indonesia mencapai ketahanan energi.

Pembangunan kilang, menurut dia, menjadi sebuah kebutuhan untuk mengurangi impor BBM. Kalau kilang bisa bertambah di Indonesia dan impor BBM bisa berkurang, defisit eraca perdaganan migas bisa akan berkurang.

"Kita harus sepakat dan komit untuk deal bahwa Indonesia butuh kilang. Memang IRR (internal rate of return/tingkat pengembalian invetasi) bangun kilang rendah. Rendah itu hitungan finansial, tapi kilang kan kepentinan negara. Pelan-pelan kita bisa selesaikan neraca perdagngan yang bisa berdampak ke pemulihan rupiah," terang Bambang.

Dia bercerita dalam beberapa kali sidang kabinet, pembangunan kilang menjadi poin yang ditegaskan olehnya. Mantan Komisaris PT Pertamina (persero) itu berharap setelah lebih dari 20 tahun tidak ada pembangunan kilang, swasta dan Pertamina mau giat memulai berinvestasi di bidang tersebut.

Lebih lanjut, dia menilai skema kerjasama pemerintah-swasta (KPS) merupakan skema yang baik untuk membangun kilang. Ia menyadari membangun kilang dengan kapasitas besar, yakni 300 ribu barel per hari memerlukan dana puluhan triliun rupiah.

"Waktu saya di Pertamina, Rp70 triliun- Rp80 triliun untuk 300 bph dan bangunnya minimal 4 tahun. Jadi, swasta silahkan bangun di tempat lain selain Bontang yang sudah akan dibangun Pertamina dan menggunakan skema PPP," kata Bambang.

Makanya, Bambang juga mendorong Kementerian ESDM dan Dewan Energi Nasional (DEN) untuk memasukan pembangunan kilang di dalam Kebijakan Energi nasional dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). "Di bidang KEN yg fokus di minyak jadikan kilang jd pusat perhatian.

Bambang mengatakan pihaknya pasti akan memastikan iklim investasi kilang di Tanah Air. Salah satunya dengan memastikan hasil minyak yang dihasilkan pasti akan dibeli oleh Pertamina.

Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) Andy Noorsaman Sommeng mencetuskan stok minyak mentah Indonesia seharusnya tidak hanya diprioritaskan diberikan kepada Pertamina. Jika stok minyak mentah bisa diserahkan ke badan usaha lain, badan usaha tersebut akan mampu membangun kilang.

"Badan usaha ada yang datang ke saya bilang kalau 30%-40% market diberikan ke mereka, mereka mampu membangun 3 kilang dengan kapasitas 250 ribu bph. Jadi, kasih saja mereka seruput (minyak mentah) itu," tandas Andy.(Q-1)




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya