Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Industri Mebel belum Tersentuh Deregulasi

Dero Iqbal Mahendra
17/9/2015 00:00
 Industri Mebel belum Tersentuh Deregulasi
(FOTO ANTARA/Anis Efizudin)
 Keinginan pemerintah untuk menaikkan daya saing industri melalui paket kebijakan pertama rupanya masih belum dirasakan oleh para pelaku industri mebel hingga saat ini.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Amkri) Abdul Sobur saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (17/9), mengakui bahwa deregulasi yang berkaitan langsung dengan industri meble belum ada hingga saat ini. Dirinya mencontohkan terkait poin prioritas mengenai skema Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang masih dari hulu hingga hilir industri kayu.

"Poin pentingnya adalah bahwa pemberlakukan SVLK itu hanya di hulu dan tidak dihilir. Hal ini hingga saat ini belum dilakukan oleh pemerintah padahal usulan tersebut sudah diusulkan sejak 4 tahun yang lalu dari industri hilir karena tidak diperlukan," terang Sobur.

Sejauh ini menurutnya pemerintah baru mengatur bagi UKM yang asetnya kurang dari Rp 10 miliar dengan hanya menggunakan deklarasi ekspor. Padahal menurut dirinya seharusnya bila dari industri hulu sudah legal maka dari industri hilir tidak perlulagi mengurus SVLK.

Dirinya melihat bila SVLK tersebut dihilangkan maka beban biaya hingga Rp 40 juta per perusahaan akan hilang atau bisa mencapai Rp 200 miliar dari total seluruh anggota AMKRI. Seluruh biaya tersebut menurutnya akan membebani para pengusaha yang menjadikan turunnya daya saing produk.

Sobur mengungkapkan bahwa pihaknya sudah mengajukan hal tersebut pada paket kebijakan yang lalu dan menurutnya Presiden sendiri juga merasa bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai bahkan sejak di pemotongan kayu.

Selain persoalan SVLK, dirinya juga meminta agar pengaturan upah buruh tidak lagi diatur berdasarkan keputusan pemerintah daerah dan diharapkan hanya berasal dari pemerintah pusat. Hal tersebut menurutnya hanya akan membebani para pengusaha sebab instrumen upah buruh pada kenyataannya hanya dijadikan sebagai komoditas politik selama masa kampanye dari pemerintah daerah.

"Ini berbahaya sekali sebab membuat situasinya menjadi tidak stabil akibat upah buruh yang terus bergejolak. Kalau dari nasional aman, dan pemerintah bisa meminta input dari pemda," ungkap Sobur. (Q-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya