Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
INDUSTRI Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia memiliki peran cukup besar terhadap penerimaan negara melalui pajak dan cukai. Selain itu, kehadiran IHT juga memberi dampak positif lain, seperti penyerapan tenaga kerja, penerimaan, dan perlindungan terhadap petani tembakau serta dampak ganda yang lain.
Menurut Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), setiap tahun pemerintah senantiasa mengandalkan produk hasil tembakau (HT) untuk memenuhi target penerimaan perpajakan.
Rata-rata setiap tahun, cukai HT berkontribusi sebesar 10,5% dari penerimaan perpajakan. Apabila dihitung dengan kontribusi rokok secara keseluruhan (cukai, PPN HT, pajak rokok) terhadap penerimaan pajak rata-rata setiap tahun mencapai 13,1%.
Industri hasil tembakau (IHT) merupakan industri padat karya. Artinya, sampai saat ini IHT dengan segala keterkaitannya mulai dari hulu hingga hilir merupakan industri yang menyediakan lapangan kerja cukup besar.
Namun, sayangnya, beberapa kebijakan pemerintah seperti kenaikan cukai yang rutin setiap tahun membuat sektor tersebut terus menerus mengalami tekanan.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno, menyatakan jika kenaikan cukai di atas 10%, penyerapan tembakau secara nasional akan berkurang sekitar 2%, atau setara dengan 4.000 hektare (ha) lahan tembakau.
"Berdasarkan pengalaman 4 tahun terakhir, rata-rata kenaikan cukai yang mencapai 12% telah menurunkan penyerapan tembakau 3,5% dari produksi nasional. Ada lebih dari 10.000 ha tanaman tembakau yang tidak bisa diserap oleh pabrik," ujar Soeseno melalui keterangan resmi, Rabu (31/10).
Ia pun menekankan agar pemerintah mencermati kebijakan kenaikan cukai. Kebijakan tersebut harus memperhatikan kondisi industri dan daya beli masyarakat saat ini karena kenaikan yang sangat tinggi akan menimbulkan masalah-masalah baru dan menjadi kontraproduktif. (A-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved