Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Pengamat energi Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pembengkakan anggaran subsidi BBM dan LPG terjadi karena deviasi variabel nilai tukar rupiah dan harga minyak.
Hal itu disampaikannya menanggapi realisasi subsidi BBM dan LPG hingga akhir September 2018 yang membengkak menjadi Rp54,3 triliun dari pagu anggaran dalam APBN 2018 sebesar Rp46,9 triliun.
"Ya memang kemungkinan realisasinya pasti akan melebihi yang dianggarkan karena kan terjadi deviasi di dua variabel utamanya, nilai tukar rupiah yang melemah dan harga minyak yang meningkat," katanya, Rabu (17/10).
Berdasarkan simulasi Reforminer, tambahan subsidi BBM (solar dan minyak tanah) dari setiap kenaikan harga minyak US$1 per barel adalah sekitar Rp3,11 triliun. Jika nilai tukar rupiah melemah Rp100 per dolar AS, kebutuhan anggaran subsidi BBM pun meningkat sekitar Rp1,51 triliun.
Jika pada kondisi tertentu, secara bersamaan harga minyak meningkat US$1 per barel dan nilai tukar rupiah melemah Rp100 per dolar AS, anggaran subsidi energi dari BBM saja akan meningkat sekitar Rp4,63 triliun.
Untuk menekan pembengkakan subsidi, menurut Agung, harga barang yang disubsidi perlu dinaikkan.
Subsidi energi dalam RAPBN 2019 mengalami peningkatan menjadi Rp164,1 triliun dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp15.000 per dolar AS. Agung memprediksi pemerintah tidak akan menaikkan Premium jika harga minyak mentah masih di bawah US$100 per barel. (X-11)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved