Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PEMERINTAH melalui Peraturan Menteri ESDM No. 8 Tahun 2017 telah menetapkan skema kontrak gross split untuk mengganti skema kontrak cost recovery. Dalam penerapannya, banyak pro dan kontra yang muncul, mengingat skema bisnis baru ini menggusur regime cost
Pihak yang kontra menilai gross split akan memperburuk iklim investasi migas nasional. Investor menilai porsi bagi hasil menjadi tidak pasti, sehingga mereka sulit menghitung tingkat pengembalian investasi (investment rate of return) secara akurat. Padahal industri hulu migas membutuhkan investasi yang besar.
Pemerintah memang menerapkan formula baru dalam menentukan bagi hasil dalam skema gross split. Besaran bagi hasil antara pemerintah dan investor dihitung melalui komponen bagi hasil dasar (base split) yang mana masing-masing porsi tergantung pada besaran komponen variable split dan progressive split.
Komponen progressive split adalah harga minyak dan kumulatif produksi. Sementara komponen variable split adalah status wilayah kerja (WK), lokasi WK, ketersediaan infrastruktur, kedalaman reservoir, kandungan H2S (sulfur) dan C02 (karbondioksida) serta Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Sebagai contoh perhitungannya, jika Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menggunakan TKDN di bawah 3096, maka mereka tidak akan memperoleh tambahan split. Sebaliknya, jika penggunaan TKDN berada di atas 7096, akan mendapatkan tambahan split sebesar 496.
Base split untuk minyak ditetapkan sebesar 5796 untuk pemerintah dan 4396 untuk KKKS. Sedang- kan base split untuk gas adalah 52:48. Angka tersebut berbeda dengan skema cost recovery, yakni 85:15 untuk minyak dan 70:30 untuk gas.
Pihak yang pro dengan regime baru ini menilai konsep ini sebagai terobosan yang dapat mengakhiri "musim paceklik" di industri migas nasional yang dianggap mulai mati suri secara perlahan.
Melalui terobosan ini, pemerintah mendorong KKKS untuk lebih kompetitif dan melakukan perencanaan secara maksimal, baik terkait penentuan teknologi maupun perhitungan seluruh faktor resiko. KKKS didorong lebih efisien mendapatkan best cost, investment rate ofreturn dan profit yang maksimal. Meski KKKS diberi kebebasan penuh dalam pengelolaan sebuah WK, kendali utama tetap berada di tangan pemerintah. Skema gross split akan memotong rantai birokrasi yang selama ini menjadi keluhan investor.
Lepas dari pro dan kontra tersebut, skema gross split nyatanya berhasil menjaring minat investor. Hal ini terlihat dari komitmen pasti investasi yang dikantongi pemerintah sebesar US$ 1,75 miliar dari 25 kontrak periode lelang 2017 dan 2018 . Pemerintah juga mendapatkan signature bonus US$ 854 juta. Kondisi ini berbeda dengan skema cost recovery pada lelang 2015 dan 2016 yang sepi peminat.
Kedaulatan Negara
Pemerintah bertujuan agar kedaulatan negara bisa tercipta melalui skema gross split. Peran negara lebih terlihat pegang kendali dalam menentukan wilayah kerja, aspek komersial dan pembagian hasil. Dan akhirnya skema ini akan menjamin penerimaan negara yang lebih pasti, tanpa harus membebani keuangan negara.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar pernah menganalogikan skema PSC (Profit Sharing Contract) berbasis cost recovery seperti pemilik lahan sawah dan petani penggarap. Pemilik sawah dalam hal ini adalah pemerintah dan petani penggarap adalah KKKS. Saat akhir, seluruh hasil panen harus dikurangi oleh biaya operasi dan sisanya dibagi antara pemilik sawah dan petani. Jadi, pemerintah sebagai pemilik lahan sawah mendapatkan porsi yang sangat sedikit daripada yang seharusnya. Ini sangat ironis mengingat Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 menyebutkan "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Jika bagian negara dalam bagi hasil migas - yang notabene sebagai kontributor terbesar dalam pendapatan negara - tidak maksimal, maka bagaimana mungkin sektor-sektor yang membutuhkan sokongan dana lebih banyak dari pemerintah, seperti pendidikan, kesehatan dan pengentasan kemiskinan bisa lebih baik kondisi- nya?
Dalam skema gross split, analogi pemerintah sebagai pemilik lahan tentunya akan mendapat- kan revenue yang lebih besar. Hal ini sangat wajar mengingat seluruh sumber daya minyak dan gas adalah milik negara. Meski demikian, penggarap sawah (KKKS) pun akan mendapatkan keuntungan yang tak kalah menarik dari berbagai variabel yang telah ditentukan di atas. Ketika kontraktor dapat bekerja semakin efisien dalam pelaksaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, maka peluang untuk mendapatkan bagi hasil yang lebih besar sangat terbuka lebar.
Dalam skema gross split ini pun, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga tetap berfungsi memastikan reservoir milik negara diperlakukan dengan baik oleh KKKS. SKK Migas juga aktif dalam mengawasi TKDN di dalam suatu WK. Bisnis penunjang migas juga dapat berkiprah semakin optimal karena unsur TKDN sebagai penentu besaran split.
Pada akhirnya skema gross split diharapkan dapat menuntun industri migas Indonesia menjadi lebih mandiri. Pemerintah berharap regime gross split ini akan menciptakan industri migas, baik kontraktor maupun bisnis penunjangnya, untuk dapat bersaing dalam tatanan regional dan global.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved