Headline

Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.

Tebarkan Citra Positif Industri Sawit

Cahya Mulyana
19/9/2018 19:25
Tebarkan Citra Positif Industri Sawit
( ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

PROMOSI industri sawit sebagai komoditas utama ekspor Indonesia sangat penting dalam rangka menangkal isu negatif. Ini penting untuk menjaga neraca ekspor serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).  

Menurut Director of Council of Palm Oil Producer Countries (CPOPC), Mahendra Siregar menjelaskan bahwa kelapa sawit adalah minyak nabati yang paling memenuhi ekspekatasi kriteria SDGs bila dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

"Tanpa kelapa sawit akan sangat sulit melakukan pencapaian SDGs dan hal ini bukan hanya untuk Indonesia, juga untuk seluruh dunia," terangnya dalam keterangan resmi, (Rabu 19/9). 

Saat ini pemerintah Indonesia telah mengambil posisi yang tegas dalam mengambil langkah-langkah tegas untuk memastikan industri sawit tidak mendapatkan diskriminasi dari pasar internasional.

Sementara itu Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholders Engagement Sinar Mas Agribusiness and Food, Agus Purnomo, menjelaskan bahwa perusahaan telah melakukan berbagai upaya dalam menerapkan praktik industri sawit yang berkelanjutan yang sejalan dengan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).    

Agus menambahkan bahwa salah satu capaian SDGs perusahaan adalah dalam hal penguatan kemitraan untuk pembangunan berkelanjutan (partnership for the goals). “Melalui kegiatan seperti SMART SEED, program kunjungan dan lokakarya, kami mengajak para pemasok untuk bermitra dan bersama-sama menerapkan praktek berkelanjutan di industri kelapa sawit," jelasnya.  

Sedangkan Lin Che Wei, Staff Ahli Menko Perekonomian, menjelaskan bahwa adanya rencana Uni Eropa untuk phasing out biofuel berbasis kelapa sawit pada tahun 2021 adalah berdasarkan alasan-alasan sosial dan lingkungan utamanya kerusakan hutan. Keputusan Uni Eropa ini tidak datang tiba-tiba. Sudah sejak lama tekanan terhadap impor minyak sawit mendapat tekanan besar, utamanya dengan alasan-alasan lingkungan.

Untuk itulah sejak 2002, sebuah standar keberlanjutan yang dikembangkan bersama-sama oleh para pemangku kepentingan mulai digunakan dalam sektor sawit. Standar itu dikenal dengan Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah standar sertifikasi sawit berkelanjutan yang bersifat sukarela, sesuai dengan nama kelompok pengembang. 

Sementara itu, di Indonesia, sebuah sistem sertifikasi juga telah dikembangkan yaitu standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sejak 2009, ISPO telah dijalankan sebagai sebuah kewajiban.    

Adanya sertifikasi keberlanjutan yang diakui dunia, ini sangat diperlukan karena menurut Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), sektor kelapa sawit diperkirakan mampu mengurangi angka kemiskinan lebih dari 10 juta orang, dan minimal 1,3 juta orang di pedesaan mampu keluar dari garis kemiskinan berkat pertumbuhan sektor kelapa sawit.  

Ong Hock Chuan, praktisi komunikasi dari Maverick menjelaskan tentang pentingnya menyampaikan dan menyiarkan hal-hal positif tentang industri kelapa sawit. Apalagi sebagai komoditas strategis nasional, kelapa sawit harus dapat diterima oleh banyak kalangan di ranah internasional.  

“Para pemangku kepentingan industri kelapa sawit jangan mau terjebak di masalah yang telah lalu. Jika masalah di masa lalu telah ditangani sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku, sampaikanlah pada masyarakat. Setelah itu, jangan segan mempromosikan kebaikan-kebaikan yang diciptakan oleh perusahaan karena dunia perlu tahu potensi sesungguhnya dari kelapa sawit,” pungkasnya. (A-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Agus Triwibowo
Berita Lainnya