Headline

RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Indeks Saham Melemah, Saat Tepat untuk Masuk

Fetry Wuryasti
05/9/2018 20:15
Indeks Saham Melemah, Saat Tepat untuk Masuk
(ANTARA)

PERDAGANGAN saham belakangan menunjukkan pergerakan yang volatile. Namun, hal tersebut dinilai tak perlu terlalu dicemaskan, terutama bagi investor reksa dana berjangka panjang. Volatilitas di saham memang akan terus terjadi.

Analis senior dan Investasi Infovesta Utama Wawan Hendrayna mengatakan saat ini kondisi fundamental dalam negeri cukup kuat. Itu terlihat dari indikator seperti pertumbuhan ekonomi dan juga inflasi masih terkendali.

Juga ada penyelenggaran pemilihan presiden tahun depan yang menurutnya secara historis, pada setiap tahun penyelenggaraan pilpres, IHSG selalu positif. Itu karena kepastian politik biasanya diikuti dengan optimisme baru yang menarik minat investor asing maupun lokal.

Saham yang terkoreksi dalam seperti Rabu (5/9) ini, kata dia, justru menjadi saat yang menarik untuk masuk, mengingat sebenarnya fundamental dalam negeri masih baik.

"Jadi justru pelemahan saham saat ini bisa menjadi entry poin yang menarik (untuk masuk ke pasar saham)," ujar Wawan saat dihubungi, Rabu (5/9).

Untuk investor dengan kebutuhan jangka pendek, memang tidak ada pilihan selain ke pasar uang, mengingat nilai kurs yang melemah bisa memaksa BI kembali menaikkkan suku bunga. Kondisi ini akan membuat harga obligasi menurun dan menguntungkan pasar uang yang ke deposito.

"Spesifik pada reksa dana selama ini saat bursa saham melemah belum pernah terjadi redemption besar. Saya melihat tekanan utama tetap dari nilai tukar, dan saat ini masih terjadi sentimen reaktif terhadap pelemahan rupiah. Pada reksa dana saham sampai akhir Juli masih net subscribe," tuturnya.

Di gejolak rupiah seperti sekarang, dia menilai reksa dana jenis saham justru menarik untuk investor jangka panjang. Sedangkan untuk investor jangka pendek, pilihan pada pasar uang.

Terkait gerak rupiah, Wawan menyebut rupiah memang akan lebih rentan melemah ketika neraca transaksi berjalan masih defisit. Namun dia katakan rupiah akan memiliki titik keseimbangan baru.

"Defisit neraca perdagangan memang akan terjadi di tahun 2018 , tetapi bukan tahun ini saja terjadi seperti itu. Bisa jadi titik keseimbangan baru (rupiah) di Rp14.800-Rp15.000 per dolar AS," bebernya.

Pemerintah punya beberapa langkah untuk mencoba meredam pelemahan rupiah, satu dengan mencoba mengurangi impor. "Tetapi impor menandakan ada pergerakan ekonomi, jadi mungkin langkah ini terbatas. Langkah lainnya bisa dengan menaikkan suku bunga."

Suku bunga yang naik akan menghantam harga obligasi, sehingga reksa dana fixed income bisa jadi tahun ini akan negatif imbal hasilnya. Tapi di sisi lain, dengan yield obligasi yang tinggi, reksa dana proteksi bisa menarik buat investor.

"Reksa dana pendapatan tetap menjadi bagus buat yang baru masuk. Buat yang invest dari awal tahun pasti sedang rugi karena penurunan harga, tetapi positifnya pendapatan tetap masih dapat kupon atau bunga, jadi sudah pasti kerugiannya akan tertutup dalam 1 atau 2 tahun dari kupon obligasinya saja," papar Wawan.

Sepanjang sejarah bahkan ketika saham anjlok 50% pun tahun 2008 , IHSG selalu pulih dan cetak rekor baru. "Sepanjang investor punya horizon investasi jangka panjang, saham selalu yang terbaik," tukas Wawan. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya