Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
GUBERNUR Bank Indonesia Perry Warjiyo memastikan pihaknya bakal terus fokus untuk menstabilkan nilai tukar rupiah untuk menumbuhkan suasana yang kondusif terkait pergerakan mata uang tersebut.
Merujuk pada data Bloomberg, rupiah pada perdagangan Rabu (5/9) ditutup pada Rp14.938 per dolar AS atau melemah tipis (-0,02%) dari penutupan sebelumnya Rp14.935 per dolar AS.
Perry mengakui situasi global menunjukkan kondisi tidak menentu menyusul ketidakpastian dan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.
"Saat pertumbuhan ekonomi AS kuat, negara lain terdampak melambat," ujar Perry di gedung parlemen, Jakarta, Rabu (5/9).
Pertumbuhan ekonomi Jepang pada kuartal II-2018 menunjukkan pada level 1%, turun dari pertumbuhan 2017 yang sebesar 1,7 %. Tiongkok juga turun dengan pertumbuhan kuartal II-2018 sebesar 6,7% lebih kecil dari 2017 yang 6,9%. Pada 2019 diproyeksi ekonomi Tiongkok hanya akan tumbuh 6,5%.
Perry menjelaskan suku bunga AS terus naik, sedangkan negara lain masih rendah. Suku bunga AS (Fed Fund Rate), kata dia, naik empat kali pada tahun ini dan diproyeksikan masih ada dua kali penaikan lagi, yakni di September dan Desember.
Fed Fund Rate itu bahkan bakal dinaikkan lagi pada 2019 setidaknya sebanyak 2-3 kali dan setelah itu baru akan mereda tingkat kenaikannya. Adapun European Central Bank, kata Perry, baru akan menaikkan pada 2019.
Ini membuat defisit fiskal AS meningkat yang memang menjadi salah satu kebijakan Presiden Trump.
"Dengan defisit meningkat, utang meningkat sehingga suku bunga obligasi AS naik. Ini yg membuat investors memindahkan asetnya dari negara berkembang, termasuk dari Indonesia ke AS," terangnya.
Ketiga, risiko premi meningkat akibat ketidakpastian perang dagang AS-Tiongkok, AS-Meksiko serta negara lain. Investor pun keluar dari negara berkembang untuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi di AS.
"Pelemahan mata utang terjadi di seluruh negara. Tiongkok dalam empat bulan melemahkan nilai tukarnya untuk meredam perang dagang," sebut Perry.
Namun ia menyakinkan kondisi ekonomi di dalam negeri relatif baik. Pertumbuhan ekonomi 2018 diproyeksi masih pada kisaran 5%-5,4% dan di 2019 sebesar 5,1%-5,5%.
Sumber pertumbuhan pun semakin berimbang. Inflasi relatif rendah dan terkendali, bahkan tercatat di bulan Agustus terjadi deflasi 0,05%.
"Semua harga terkendali. Meski diperlukan upaya yang lebih lagi untuk inflasi harga pangan. Meski ekonomi naik, tapi kesenjangan outputnya negatif sehingga kenaikan permintaan belum meningkatkan inflasi dari permintaan."
Pengusaha, kata Perry, lebih memilih menurunkan margin sehingga Bank Indonesia belum melihat dampak kenaikan harga dari pelemahan rupiah.
"2019 kami perkirakan CAD (current account deficit) akan turun. Kami perkirakan secara keseluruhan 2018 berada 2,5% dari PDB," tukas Perry optimistis. (X-12)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved