Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

Program Koperasi Butuh Sosialisasi

Sidik Pramono
06/4/2018 08:17
Program Koperasi Butuh Sosialisasi
(ANTARA/Ari Bowo Sucipto)

KEMENTERIAN Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) akan terus memperkuat koordinasi dan integrasi kebijakan serta sinkronisasi program dengan kementerian terkait. Hal itu dilakukan agar program pemberdayaan koperasi dan UKM yang digulirkan tidak tumpang-tindih. 

“Dalam hal koordinasi kebijakan, kami akan lakukan bersama Kemenko Perekonomian dan kementerian lain. Integrasi kebijakan kami lakukan bersama ­Bappenas, dan sinkronisasi program kita lakukan bersama pemerintah daerah,” ungkap Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram saat pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) 2018 Bidang Koperasi dan UKM di Yogyakarta, kemarin.

Agus menerangkan beberapa program strategis Kemenkop dan UKM ialah hasil dari koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain, di antaranya kredit usaha rakyat (KUR) hasil koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, Kemenkeu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan kalangan lembaga keuangan bank dan nonbank. 

Selanjutnya, program izin usaha mikro dan kecil (IUMK) merupakan hasil koordinasi dengan Kemendagri, hak cipta dengan Kemenkum HAM, kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) dengan Kemendag, hingga kredit ultramikro Indonesia (UMI) dengan Kemenkeu.

Rakornas, kata Agus, merupakan bagian dari sinkronisasi program dengan pemerintah daerah. Karena itu, ia berharap hasil rakornas bisa disosialisasikan secara efektif di daerah masing-masing.  “Pasalnya selama ini banyak program Kemenkop dan UKM yang tidak terinformasikan dengan baik di daerah. Jadi, misalnya, masih ada masyarakat yang belum tahu mengenai kredit usaha rakyat atau KUR, pengurusan hak cipta bagi produk UKM di daerah, izin usaha mikro dan kecil atau IUMK, dan sebagainya. Sosialisasi harus terus diperkuat dan dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi,” tuturnya.

Terbentur aturan
Agus juga mengungkapkan gerakan koperasi di Indonesia mengharapkan agar Kemenkop dan UKM tidak hanya berwenang dalam hal regulasi, tapi juga masuk tahap pelaksana teknis. 

“Sayangnya, seperti kita ketahui semua, status Kemenkop dan UKM dalam UU Kementerian masih dalam kategori III. Karena itu, bila ingin Kemenkop dan UKM menjadi kementerian teknis, UU Kementerian harus ­diamendemen terlebih dahulu,” ujarnya.

Hal itu, lanjut dia, ­terungkap pula dalam perintah dan hasil rekomendasi Kongres Ko-perasi di Makassar, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu. “Nah, kapan Dekopin akan melakukan uji materi terhadap UU Kementerian? Kita semua sedang menanti itu,” kata Agus.

Agus menambahkan selama ini pihaknya hanya berwenang menerbitkan badan hukum koperasi dan unit usaha simpan pinjam. Ketika koperasi akan membuka usaha seperti toko, perdagangan, pertanian, dan perkebunan, perizinannya dikeluarkan kementerian teknis terkait. “Kondisi seperti ini banyak membuat kalangan koperasi frustrasi. Apabila Kemenkop dan UKM masuk kategori II atau kementerian teknis, segala perizinan usaha bagi koperasi menjadi wewenang dan tugas Kemenkop dan UKM”, imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Agus berharap agar Deputi Pengawasan Kemenkop dan UKM mampu membangun sistem informasi debitur (SID) seperti layaknya perbankan sehingga data anggota koperasi di unit simpan pinjam tercatat secara akuntabel. (E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya