Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
PEKAN ini menjadi pekan yang melelahkan bagi investor di pasar modal. Setelah terombang-ambing menunggu keputusan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) tentang suku bunga, pasar keuangan global dikejutkan langkah Presiden AS Donald Trump yang menerapkan tarif tinggi bagi Tiongkok.
Langkah Trump itu dikhawatirkan memicu perang dagang antara AS dan Tiongkok.
Bursa global yang sedianya telah bisa menerima keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan mereka 25 basis poin rontok setelah melihat perkembangan potensi perang dagang antara AS dan Tiongkok.
Bursa saham regional langsung bergerak turun. Indeks bursa Nikkei turun 974,13 poin (4,51%) ke 20.617,86, indeks Hang Seng melemah 761,76 poin (2,45%) ke 30.309,29 dan Straits Times melemah 69,98 poin (2,00%) ke posisi 3.421,39.
Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia sempat dibuka melemah hingga 2% sebelum akhirnya ditutup hanya turun 43,37 poin (0,69%) menjadi 6.210,69.
Analis pasar modal Andri Zakaria Siregar mengatakan pelemahan IHSG dalam beberapa hari terakhir ini relatif masih lebih baik jika dibandingkan dengan bursa saham negara lain.
“Kita paling defensif jika dibandingkan dengan bursa negara lain. Bursa eksternal penurunannya cukup dalam,” kata Andri seperti dikutip Antara.
Andri menambahkan, kinerja emiten di dalam negeri yang positif akan memicu investor kembali melakukan akumulasi. Apalagi, harga saham saat ini sudah cukup rendah.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, rata-rata kinerja laba emiten BEI yang masuk hitungan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 membukukan pertumbuhan 21,28%, lebih tinggi jika dibandingkan dengan kinerja emiten bursa ASEAN, di antaranya Thailand yang sebesar 18,13%, Vietnam (18,94%), dan Singapura sebesar 15,46%.
Direktur Utama Tito Sulistio mengatakan penurunan yang terjadi di bursa saat ini bersifat temporer. Pasar terimbas oleh ingar-bingar kebijakan proteksionisme Amerika Serikat itu yang langsung direspons pemerintah Tiongkok dengan menerapkan tarif impor produk AS.
“Kondisi itu dapat memicu kekhawatiran perang dagang dalam skala gtobaI yang lebih luas. Namun, ini sentimen temporer bagi pasar saham,” katanya.
Rupiah melemah
Pengamat pasar uang Bank Woori Saudara Indonesia Tbk Rully Nova menilai pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung melemah dipicu sentimen keputusan The Fed yang menaikkan suku bunga mereka. “Kebijakan The Fed selalu memengaruhi pergerakan mata uang di negara berkembang, termasuk rupiah,” ujar Rully.
Di tengah situasi itu, lanjut dia, rupiah memiliki momentum untuk terapresiasi terhadap dolar AS. Apalagi, pelaku pasar uang masih melihat fundamen ekonomi Indonesia cukup kondusif. “Dengan ekonomi kita yang kondusif, dana yang masuk akan mengalir sehingga mendorong permintaan rupiah meningkat.” (Ant/E-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved