Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
MELEMAHNYA nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mesti segera diantisipasi. Salah satunya ialah dengan menambah pasokan dolar di pasar uang.
Menurut Kepala Ekonom Bank BCA David Sumual, kendati cadangan devisa Bank Indonesia (BI) saat ini yang mencapai US$132 miliar dianggap cukup, tidak ada salahnya menambah pasokan mata uang AS tersebut. "Ini peran bagi BI untuk tambah pasokan (dolar di pasar uang)," ujar David saat dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Langkah ini, kata David, penting karena diprediksi gejolak nilai tukar akibat kebijakan The Fed (bank Sentral AS) akan kembali terjadi pada 21 Maret mendatang saat pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC).
"Sekarang spekulasinya akan ada kenaikan (suku bunga The Fed) 4 kali dan mungkin pernyataan ini akan keluar di FOMC atau April ketika notulennya dirilis," tukasnya.
David menilai antisipasi BI dengan menumpuk cadangan devisa untuk menjaga stabilisasi sudah tepat sehingga BI tinggal berupaya untuk menambah pasokan dolar AS. Dia menilai pelemahan rupiah beberapa hari lalu terjadi karena faktor psikologis, bukan karena fundamental ekonomi Indonesia.
"Kalau ada gejolak, biasanya ada masalah di pasokan, ada orang (pengusaha) yang tadi butuhnya baru 1-6 bulan ke depan untuk impor, tapi justru ada juga yang menumpuk (membeli dolar) di saat yang sama," tukasnya.
Kamis (1/3) lalu nilai tukar rupiah sempat menembus Rp13.800 per dolar AS, yang merupakan pelemahan terdalam sepanjang 20 tahun terakhir. Pidato hawkish (terlalu optimitis) dari Ketua The Fed Jerome Powell telah memicu spekulasi pasar bahwa suku bunga AS akan naik sebanyak empat kali pada tahun ini. Hal ini dapat memicu kembali mengalirnya dana investasi AS di luar negeri.
Apalagi, revisi undang-undang perpajakan yang menurunkan pajak korporasi dari 35% menjadi 20% serta pajak perorangan dari 39,6% menjadi 35% membuat perekonomian negara itu kembali bergairah.
Meski ada gejolak nilai tukar, ia menilai hal itu hanya sementara. Sebab pasar akan dengan cerdas melihat apakah benar komentar hawkish (terlalu optimitis) dari Ketua The Fed Jerome Powell yang akan menaikkan suku bunga hingga 4 kali.
"Makanya pemerintah juga harus mendiversifikasi obligasi yang 40% (dipegang) asing agar domestik bisa masuk lebih banyak sehingga bisa mengimbangi asing," sebutnya.
Perlunya intervensi BI yang lebih intensif di pasar uang juga dikemukakan Ekonom Indef, Bhima Yudhistira.
"BI juga bisa lakukan mitigasi risiko dengan menaikkan suku bunga acuan di rentang 25-50 basis poin agar imbal hasil instrumen investasi makin menarik investor asing," ucapnya. Menurut Bhima, jika iklim investasi Indonesia semakin menarik dengan reformasi perizinan, deregulasi, dan insentif fiskal, shock dari tekanan eksternal tidak terlalu besar.
BI menilai melemahnya rupiah itu memang tidak wajar karena tidak sesuai kondisi fundamen perekonomian.
"Angka Rp13.800 per dolar AS berlebihan jika melihat perbaikan kondisi ekonomi domestik. Seperti inflasi membaik, neraca pembayaran surplus, pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Jadi, seharusnya rupiah bisa lebih kuat. Artinya, pelemahan tadi lantaran faktor global," ungkap Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi, Jumat.
Meski demikian, Bank Sentral siap untuk melakukan stabilisasi di dua pasar, yakni pasar valas dan pasar surat berharga negara (SBN) jika rupiah terus melemah. (E-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved